Kajian Dampak Kesehatan Lingkungan Akibat Tumpahan Natrium hidroksida (NaOH) di Bandung Barat dan Implementasi Regulasinya

Kronologi Kejadian

  • Senin (23/12) malam, sopir truk berangkat dari PT PINDO DELI Karawang menuju Gudang CV. Yasindo Multi Pratama di Kota Bandung.
  • Truk merupakan truk tangki yang bermuatan cairan kimia seberat 20 ton.
  • Cairan kimia yang diangkut adalah Natrium hidroksida (NaOH), yang merupakan senyawa Sodium hidroksida yang juga dikenal sebagai kaustik soda atau soda api.
  • Pada pukul 23.00 WIB, sopir berhenti untuk beristirahat di Cibentar, Purwakarta. Kemudian melanjutkan perjalanan Selasa (24/12) pagi pukul 04.00 WIB. 
  • Saat berada di tengah perjalanan, sopir dihentikan oleh pengendara lain yang memberitahukan bahwa tangki kendaraannya mengalami kebocoran.
  • Tangki tersebut mengalami kebocoran di sepanjang jalur Cikalongwetan sampai Padalarang.
  • Menurut pernyataan dari pengendara lain cairan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang tumpah berwarna bening dan licin.
  • Terdapat beberapa pengendara yang secara langsung tepercik cairan kimia, sementara yang lainnya jatuh tergelincir dan terkena tumpahan tersebut.
  • Sifat kaustik soda yang sangat korosif menimbulkan luka-luka pada 104 pengendara dengan 100 pengendara luka ringan dan 4 lainnya luka berat Kamis (26/12), dan kerusakan pada ± 200 kendaraan.
  • Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Barat (KBB) melakukan penanganan pertama, dengan berkoordinasi bersama pemadam kebakaran (Damkar) untuk melakukan pemulihan badan jalan. 
  • Pembersihan menggunakan detergen lalu diberikan cairan kimia untuk menetralkan reaksi.

Dampak yang Ditimbulkan

Untuk mengevaluasi dampak, penting untuk mengacu pada Baku Mutu Lingkungan (BML) yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Misalnya, BML untuk pH air berkisar antara 6-9. Dengan pH air yang melebihi batas ini akibat tumpahan NaOH, dampak yang terjadi dapat langsung dikategorikan sebagai ancaman terhadap kelestarian lingkungan. Keterkaitan ini memperjelas pentingnya langkah remediasi segera setelah insiden.

Dampak Berbahaya Terhadap Lingkungan dan Biota

Dalam konteks ini, perhatian tidak hanya diberikan pada lingkungan fisik, tetapi juga pada biota yang hidup di dalamnya. Upaya perlindungan harus memastikan bahwa lingkungan dan biota tetap terjaga melalui pemantauan berkala dan mitigasi yang tepat. Tanpa intervensi, ketidakseimbangan ini dapat memerlukan bertahun-tahun untuk pulih.

  • Air

NaOH memiliki dampak signifikan terhadap ekosistem akuatik. Ketika dilepaskan ke dalam air, senyawa ini larut sepenuhnya dan meningkatkan pH air secara drastis dan menyebabkan kondisi yang sangat basa. Perubahan pH ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem perairan, mempengaruhi organisme seperti ikan dan invertebrata. Beberapa spesies ikan dapat mengalami kematian akut jika terpapar pada pH di atas 9-10 dalam waktu yang lama​. 

  • Tanah

Saat NaOH tumpah ke tanah, bahan kimia ini dapat bereaksi dengan tanah, mengubah komposisi kimianya, merusak kualitas tanah, dan mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalamnya. NaOH cenderung tidak teradsorpsi oleh partikel tanah sehingga NaOH menyebar melalui pori-pori tanah dan dapat mencapai sumber air bawah tanah. Tumpahan yang tidak dikelola dengan baik juga dapat memengaruhi kapasitas penyangga tanah dan meningkatkan pH air tanah.

  • Udara

Meskipun NaOH memiliki tekanan uap yang sangat rendah, jika dilepaskan sebagai aerosol atau dalam bentuk larutan pekat, senyawa ini dapat membentuk kabut yang bersifat iritatif. Paparan aerosol NaOH dapat menyebabkan kerusakan saluran pernapasan, baik bagi manusia maupun hewan yang terpapar​ (European Chemicals Bureau, 2008).

Potensi Risiko Kesehatan Masyarakat
  • Gangguan Pernapasan

Menghirup uap atau partikel NaOH dapat menyebabkan iritasi berat pada saluran pernapasan. Efek akut meliputi pembengkakan laring, peradangan, serta akumulasi cairan di paru-paru (edema paru). Gejala seperti kesulitan bernapas, suara napas yang melengking (stridor), dan rasa sesak dapat muncul dalam waktu singkat setelah terpapar. Individu dengan kondisi pernapasan seperti asma atau emfisema lebih rentan terhadap efek toksik pada gangguan pernapasan. Pada anak-anak, risiko ini juga lebih tinggi karena diameter saluran napas mereka yang lebih kecil.

  • Kerusakan Kulit

Kontak langsung dengan NaOH, baik dalam bentuk padat maupun larutan pekat, dapat menyebabkan luka bakar kimia yang parah hingga ulserasi mendalam. Luka bakar ini sering kali sangat menyakitkan, lembap, dan bertekstur lunak. Bahkan larutan NaOH yang lebih encer pun dapat menyebabkan iritasi setelah beberapa jam paparan. Anak-anak memiliki risiko lebih besar terhadap efek ini karena perbandingan luas permukaan kulit mereka dengan berat badan yang lebih besar dibandingkan orang dewasa.

  • Kerusakan Mata

Paparan NaOH pada mata dapat menimbulkan cedera serius, seperti penggumpalan pembuluh darah, pelunakan kornea, dan ulserasi. Kerusakan mata dapat berkembang dalam beberapa hari setelah paparan awal, dengan risiko menyebabkan kebutaan permanen. Dalam kasus yang parah, dapat terjadi katarak, glaukoma, hingga kehilangan mata.

  • Kerusakan Saluran Pencernaan

Jika tertelan, NaOH dapat dengan cepat menyebabkan kerusakan korosif pada mulut, tenggorokan, kerongkongan, dan lambung. Gejalanya meliputi muntah spontan, nyeri dada dan perut, serta kesulitan menelan. Dalam kasus yang parah, dapat terjadi perforasi saluran pencernaan, perdarahan hebat, dan syok. Pada jangka panjang, cedera korosif ini dapat memicu pembentukan striktur (penyempitan saluran) atau risiko kanker esofagus akibat kerusakan jaringan yang berkepanjangan.

  • Efek Kronis

Paparan kronis terhadap debu atau kabut NaOH dapat menyebabkan iritasi dan ulserasi saluran hidung. Kontak kulit berkepanjangan dapat memicu dermatitis atau iritasi kulit kronis. Anak-anak cenderung lebih rentan terhadap efek jangka panjang karena waktu yang dibutuhkan hingga munculnya gejala (periode latensi) lebih lama dibandingkan orang dewasa (ATSDR, 2014)

Pentingnya Pengelolaan Bahan Kimia

Pengelolaan bahan kimia yang efektif sangat bergantung pada pemahaman dan penerapan Safety Data Sheet (SDS) serta Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (GHS). SDS memberikan informasi penting mengenai sifat bahan kimia, termasuk potensi bahaya, cara penanganan yang aman, serta langkah-langkah pertolongan pertama, sementara GHS berfungsi untuk menyelaraskan klasifikasi dan pelabelan bahan kimia secara internasional, memastikan bahwa informasi bahaya disampaikan secara konsisten di seluruh dunia. Dengan menggunakan SDS, tempat kerja dapat memastikan identifikasi dan penyimpanan bahan kimia yang tepat, serta memberikan pelatihan kepada karyawan tentang prosedur keselamatan. 

Selain itu, pemahaman tentang bahaya fisik, kesehatan, dan lingkungan yang terkait dengan bahan kimia sangat penting untuk mencegah kecelakaan. Kepatuhan terhadap regulasi dan kesiapsiagaan dalam situasi darurat juga sangat ditekankan untuk melindungi karyawan dan lingkungan. Oleh karena itu, penerapan SDS dan GHS tidak hanya mendukung pengelolaan bahan kimia yang aman, tetapi juga berkontribusi pada keselamatan dan perlindungan jangka panjang di tempat kerja. Kaitannya dalam kasus ini adalah bagaimana perusahaan bertanggung jawab terhadap proses transportasi (pemindahan) bahan kimia secara baik dan benar, serta pelatihan dan edukasi terhadap karyawan terkait bahan kimia yang akan diproses atau dipindahkan, terutama kepada sopir pengangkut bahan kimia (Kitayama, 2023).

Temuan bahan kimia yang teridentifikasi selama penanganan dapat menunjukkan adanya reaksi antara NaOH dan material tangki pengangkut. Jika tangki terbuat dari material yang tidak kompatibel dengan NaOH, reaksi korosi dapat mempercepat kebocoran dan menimbulkan senyawa baru yang mungkin lebih berbahaya. Evaluasi terhadap standar material tangki pengangkut bahan B3 menjadi sangat penting untuk mencegah risiko tambahan. Bahan penetralisir seperti asam asetat atau detergen juga perlu dipertimbangkan keamanannya karena residu bahan tersebut dapat menimbulkan efek toksik baru jika tidak dikelola dengan benar. Analisis lanjutan terhadap bahan-bahan ini diperlukan untuk memastikan bahwa mereka tidak mencemari air atau tanah lebih jauh. Misalnya, residu dari bahan penetralisir yang tidak sepenuhnya terurai dapat memengaruhi biota akuatik atau menyebabkan ketidakseimbangan kimia di tanah.

Cara Penanganan Akibat Pajanan Bahan Kimia

Tindakan Penolongan Pertama
  • Jika tertelan, beri korban air minum (paling banyak dua gelas) dan hindari muntah (risiko perforasi). Jika muntah, tundukkan kepala agar isi lambung tidak masuk ke paru-paru. Segera hubungi dokter.
  • Jika terhirup, pindahkan korban ke udara segar dan tetap dalam posisi yang nyaman untuk bernapas. Jika korban tidak responsif atau kesulitan bernapas, berikan pernapasan buatan (CPR). Namun, jangan gunakan mulut ke mulut. Segera hubungi dokter atau pusat penanganan keracunan.
  • Jika terkena kulit atau rambut, segera lepaskan semua pakaian yang terkontaminasi lalu bilas kulit dengan air setidaknya selama 15 menit.
  • Jika terkena mata, bilas mata menggunakan air secara hati-hati selama minimal 15 menit. Lepaskan lensa kontak jika ada dan mudah dilakukan. Kemudian, lanjutkan pembilasan.
  • Cuci pakaian yang terkontaminasi secara terpisah sebelum digunakan kembali
  • Selain mencuci menggunakan air, dapat juga mencuci menggunakan cairan Diphoterine yang berfungsi untuk mengoptimalkan dan menjamin efektivitas pembilasan (TN Department of Health, 2017)
Tindakan Penanganan Tumpahan Natrium hidroksida

Hal pertama yang harus dilakukan jika terdapat tumpahan atau kebocoran Natrium hidroksida adalah melakukan evakuasi personel dan amankan, serta isolasi area pada tempat kejadian. Hilangkan semua sumber kontak. Untuk Natrium hidroksida dalam larutan, serap cairan menggunakan pasir kering, tanah, atau bahan serupa lalu masukkan ke dalam wadah tertutup untuk dibuang. Kumpulkan bahan padat dengan cara yang paling nyaman dan aman, menggunakan alat pelindung diri, seperti pakaian khusus, sarung tangan, sepatu bot, celemek, pelindung mata dengan side shields atau goggles. Tidak disarankan untuk menggunakan air atau metode basah apapun untuk membersihkan NaOH. Cuci area tersebut setelah pembersihan selesai dan jangan dicuci ke saluran pembuangan (New Jersey Department of Health, 2015). 

Regulasi Terkait Bahan Kimia di Indonesia

Regulasi di Indonesia telah mengatur pengelolaan bahan berbahaya seperti NaOH melalui beberapa peraturan utama:

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

  • Pasal 59: Mengharuskan setiap pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3 untuk mengelolanya secara aman.
  • Pasal 60: Melarang pembuangan limbah B3 ke media lingkungan tanpa pengolahan yang memenuhi baku mutu.
  • Pasal 98–99: Menetapkan sanksi pidana bagi pelanggaran yang menyebabkan pencemaran lingkungan secara sengaja atau akibat kelalaian (Pemerintah Indonesia, 2009).

PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

  • Pasal 370: Mengatur bahwa pengangkutan bahan B3 harus menggunakan kendaraan khusus yang memenuhi standar teknis.
  • Pasal 380: Menetapkan pengelolaan limbah B3 sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang disetujui pemerintah untuk mencegah dampak lingkungan yang merugikan (Pemerintah Indonesia, 2021).

Permen LHK No. 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah B3

  • Pasal 7: Memastikan bahwa pengelola limbah B3 menyusun dokumen pengelolaan limbah sesuai jenis dan sifatnya.
  • Pasal 29: Mewajibkan pelaporan insiden tumpahan limbah B3 ke instansi berwenang dalam waktu 24 jam.
  • Pasal 33: Mengatur bahwa pengangkutan limbah B3 harus dilengkapi dokumen manifes yang mencakup rute, volume, dan tujuan bahan kimia (Pemerintah Indonesia, 2021).
Penerapan Regulasi dan Evaluasi
  1. Standar Transportasi: Kendaraan pengangkut bahan B3 harus memenuhi standar teknis yang ketat, seperti ketahanan terhadap kebocoran dan dilengkapi sistem deteksi dini. Adopsi teknologi seperti sensor pH otomatis juga perlu didorong untuk deteksi kebocoran.
  2. Dokumen Manifes dan SOP: Manifes limbah B3 wajib mencantumkan informasi rinci tentang bahan yang diangkut, termasuk langkah mitigasi jika terjadi kebocoran. SOP penanganan harus diuji melalui simulasi secara berkala untuk memastikan kesiapan petugas.
  3. Pelaporan dan Koordinasi: Pelaporan insiden ke instansi terkait harus dilakukan dalam waktu maksimal 24 jam untuk memastikan respons cepat. Koordinasi lintas instansi seperti Dinas Lingkungan Hidup, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Dinas Kesehatan juga sangat penting dalam mitigasi dampak.
  4. Sanksi dan Audit: Penegakan sanksi tegas, seperti denda atau penghentian operasional perusahaan yang melanggar, diperlukan untuk mendorong kepatuhan. Audit berkala terhadap pengelolaan limbah B3 harus diperkuat untuk mengidentifikasi potensi risiko lebih awal.
  5. Edukasi dan Komunitas: Edukasi masyarakat di sekitar jalur transportasi bahan kimia tentang tindakan darurat dapat meminimalkan risiko saat terjadi kebocoran.

Regulasi yang ada, seperti UU No. 32 Tahun 2009, PP No. 22 Tahun 2021, dan Permen LHK No. 6 Tahun 2021, memberikan kerangka hukum yang memadai, tetapi implementasinya harus ditingkatkan karena fokus regulasi lebih kepada pengangkutan dan penanganan awal, sementara aspek modifikasi lingkungan setelah insiden kurang dibahas. Panduan khusus mengenai langkah-langkah remediasi lingkungan, seperti restorasi habitat atau perlindungan biota, perlu ditambahkan untuk memastikan keberlanjutan ekosistem pasca-insiden.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Evaluasi Penanganan Tumpahan NaOH di Bandung Barat dan Rekomendasi Peningkatan Prosedur

Kejadian tumpahan NaOH di Bandung Barat mengungkapkan sejumlah langkah yang telah dilakukan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. Penanganan awal mencakup pembersihan jalan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan pemadam kebakaran dengan menyemprotkan air dan detergen, tanggung jawab perusahaan untuk menanggung kerugian masyarakat, serta penyelidikan oleh pihak berwenang. Namun, langkah tersebut belum optimal karena penyemprotan air tanpa kontrol memperluas kontaminasi ke saluran air, dan tidak ada penggunaan bahan penetralisir atau penyerap kimia sebagai langkah mitigasi awal. Selain itu, para petugas yang menangani tumpahan NaOH juga tidak menggunakan alat pelindung diri yang lengkap dimana dapat berisiko kepada para petugas.

Kesesuaian dengan regulasi menunjukkan bahwa pelaporan insiden ke otoritas sesuai dengan Permen LHK No. P.74/2019, dan tanggung jawab perusahaan mengikuti UU No. 32 Tahun 2009. Meski begitu, beberapa ketidaksesuaian mencakup pengendalian tumpahan yang kurang optimal, pengelolaan limbah hasil pembersihan yang tidak jelas, serta kelalaian dalam pengangkutan bahan kimia, melanggar PP No. 22 Tahun 2021 dan Permenhub No. PM 60 Tahun 2019.

Rekomendasi perbaikan yang meliputi langkah-langkah teknis dan penguatan regulasi. Untuk penanganan tumpahan, area terdampak harus segera diisolasi, bahan penetralisir seperti asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH, dan limbah hasil pembersihan dikelola sebagai limbah B3. Pencegahan dapat dilakukan melalui inspeksi rutin kendaraan pengangkut bahan kimia, pelatihan khusus bagi sopir, dan penerapan SOP pengangkutan B3 yang mencakup dokumen manifes. Penguatan regulasi mencakup pemberian sanksi tegas bagi perusahaan yang lalai serta koordinasi lintas instansi untuk respons yang lebih baik.

Kesimpulannya, meskipun beberapa elemen penanganan telah sesuai peraturan, masih banyak kekurangan teknis dan implementasi yang perlu diperbaiki. Peningkatan SOP, pengawasan transportasi bahan B3, dan sanksi tegas harus menjadi prioritas untuk mencegah dampak buruk terhadap masyarakat dan lingkungan di masa mendatang.

Referensi

CNN Indonesia (2024) Cairan Kimia Tumpah di Bandung Barat Soda Api, Petugas Siram Detergen. Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241225091835-20-1180848/cairan-kimia-tumpah-di-bandung-barat-soda-api-petugas-siram-detergen [Diakses pada 30 Desember 2024].

Detik (2024) Truk Tangi Bawa 20 Ton Soda Api Cair Bocor, Kementerian LH Turun Tangan. Tersedia di: https://news.detik.com/berita/d-7706185/truk-tangki-bawa-20-ton-soda-api-cair-bocor-kementerian-lh-ikut-turun-tangan [Diakses pada 30 Desember 2024].

European Chemicals Bureau (2008) Sodium hydroxide: Summary risk assessment report. Luxembourg: Office for Official Publications of the European Communities. (Diakses: 30 Desember 2024).

北山 勉 (Kitayama, T.) (2023) SDSと化学物質の管理について. [PDF] Tersedia di: https://www.pref.mie.lg.jp/common/content/001061944.pdf (Diakses: 30 Desember 2024).

Kompas (2024) Cairan Soda Api Tumpah dari Truk di Bandung Barat, 104 Orang Luka-Luka dan 200 Kendaraan Rusak. Tersedia di: https://bandung.kompas.com/read/2024/12/26/201739378/cairan-soda-api-tumpah-dari-truk-di-bandung-barat-104-orang-luka-luka-dan [Diakses pada 30 Desember 2024].

Kompas TV (2024) 7 Fakta Cairan Kimia Tumpah di Bandung Barat: dari Kronologi Awal hingga Perusahaan Janji Ganti Rugi. Tersedia di: https://www.kompas.tv/regional/562567/7-fakta-cairan-kimia-tumpah-di-bandung-barat-dari-kronologi-awal-hingga-perusahaan-janji-ganti-rugi?page=2 [Diakses pada 30 Desember 2024].

New Jersey Department of Health (2015) Right to Know Hazardous Substance Fact Sheet: Sodium Hydroxide. NJ Health. Tersedia di https://nj.gov/health/eoh/rtkweb/documents/fs/1706.pdf [Diakses pada 30 Desember 2024].

Pemerintah Indonesia (2009) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Tersedia di: https://jdih.bumn.go.id/dokumen/uu-32-2009.pdf[Diakses pada 29 Desember 2024].

Pemerintah Indonesia (2021) Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Tersedia di: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/166803/pp-no-22-tahun-2021 [Diakses pada 29 Desember 2024].

Pemerintah Indonesia (2021) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah B3. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tersedia di: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/176263/permen-lhk-no-6-tahun-2021 [Diakses pada 29 Desember 2024].

Sodium Hydroxide | Medical Management Guidelines | Toxic Substance Portal | ATSDR (2014). Available at: https://wwwn.cdc.gov/TSP/MMG/MMGDetails.aspx?mmgid=246&toxid=45 (Accessed: 30 December 2024).

TN Department of Health (2017) Sodium Hydroxide (NaOH). Tennessee Department of Health. Tersedia di: https://www.tn.gov/health/cedep/environmental/environmental-health-topics/eht/sodium-hydroxide.html [Diakses pada 30 Desember 2024].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *