Fast Fashion: Tren Mode yang Menjadi Bumerang terhadap Lingkungan

Fast Fashion: Tren Mode yang Menjadi Bumerang terhadap Lingkungan

Persoalan limbah bukanlah hal baru di dunia. Faktanya, Ibu Pertiwi kita telah menghadapi dampak dari limbah ini berkali-kali tak terhingga. Jika ada yang menganggap bahwa sampah di abad ke-21 ini adalah yang terburuk, maka tidak ada salahnya jika kita melakukan perjalanan beberapa waktu lalu untuk mencari tahu bagaimana asal muasal terbitnya limbah ini. Akankah kita dapat menyelesaikan permasalahannya?

Pada kesempatan ini, penulis akan membahas terkait persoalan fast fashion. Tren mode pakaian yang terus bergerak setiap waktunya, membawa produksi tekstil mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Hal ini, membuat para konsumen mendapatkan akses cepat dan mudah, sehingga kerap kali memicu peningkatan konsumen untuk membeli pakaian baru, padahal barang tersebut belum tentu dibutuhkan. Fenomena seperti ini biasa disebut dengan “Fast Fashion”, yang membuat produksi pakaian sangat banyak dan berganti setiap musim. Fast fashion menyebabkan para konsumen disuguhkan dengan produk baru terus-menerus, terlebih dengan akses media sosial dan toko daring yang sudah jauh berkembang.

Istilah “fast fashion” menjadi banyak diperbincangkan dalam percakapan seputar mode, keberlanjutan, dan kesadaran lingkungan. Industri fast fashion ini tidak jarang mengabaikan dampak buruk terhadap lingkungan. Penggunaan warna-warna cerah, motif, dan tekstur kain yang menjadi daya tarik industri mode diperoleh dari bahan kimia beracun sehingga dapat menyebabkan pencemaran air dan beresiko terhadap kesehatan manusia serta lingkungan. Orsola de Castro, pendiri dari Fashion Revolution, sebuah gerakan mode yang adil dan beretika, menyampaikan bahwa jumlah besar dari produksi busana yang dihasilkan bisnis fast fashion menjadikan bisnis tersebut sebagai penyumbang limbah terbesar.

Ciri-ciri Fast Fashion

Kita sebagai pengguna produk berbahan kain ini juga perlu mengetahui bagaimana suatu mode dikatakan “fast fashion”. Ciri-cirinya adalah produk fast fashion memiliki banyak model yang selalu mengikuti tren terbaru dan berganti dalam waktu yang singkat. Tidak hanya itu, biasanya industri ini diproduksi oleh negara Asia dan negara berkembang, dimana pekerja digaji dengan sangat murah tanpa ada jaminan keselamatan kerja dan upah yang layak, salah satunya di Indonesia. Bahan baku yang digunakan juga kurang berkualitas sehingga tidak tahan lama. Hal tersebut karena memperhitungkan harga jual dan pasar produksi.

Dampak

Di balik harga jualnya yang murah, nyatanya ada harga sangat mahal yang harus dibayar oleh lingkungan sebagai dampak dari fast fashion. Industri fast fashion bertanggung jawab terhadap sekitar 10% dari total emisi karbon di dunia, bahkan diperkirakan akan mengalami peningkatan sampai 50% di tahun 2030.

Bahan pakaian yang umumnya digunakan dalam industri fast fashion adalah serat sintetis seperti poliester. Bahan-bahan ini menjadi sumber utama karena membutuhkan biaya yang murah untuk diproduksi. Jika dibandingkan, harga poliester hanya setengah dari harga kapas. Poliester diproduksi dari polietilena tereftalat (PET), yaitu sejenis plastik yang berasal dari bahan bakar fosil. Poliester tidak dapat terurai secara hayati (non-biodegradable) dan melepaskan mikroplastik yang dapat merusak ekosistem.  Bahkan dilansir dari laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2017, diperkirakan bahwa 35% mikroplastik di lautan berasal dari proses pencucian serat sintetis termasuk poliester. Mikroplastik ini dapat menyusup ke dalam rantai makanan sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan.

Tak jauh berbeda dengan serat sintetis, katun turut berperan dalam kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan budidaya kapas di seluruh dunia menggunakan pestisida non-organik yang memiliki sifat berbahaya. Penggunaan pestisida bertujuan untuk mengendalikan hama sehingga petani dapat menghindari kerugian dan meningkatkan efisiensi produksi. Diperkirakan bahwa menanam kapas membutuhkan 200.000 ton pestisida dan 8 juta ton pupuk sintetis setiap tahunnya.  Penggunaan pestisida berbahaya ini dapat menyebabkan berbagai dampak berbahaya, mulai dari menurunkan kualitas tanah, menimbulkan risiko kesehatan pada petani, hingga mencemari perairan.

Industri fast fashion juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap air. Air dalam jumlah besar dibutuhkan saat proses mewarnai hingga mencuci pakaian. Katun menjadi serat “paling haus” karena membutuhkan air dalam jumlah yang sangat besar. Dibutuhkan sekitar 700 galon untuk memproduksi sebuah kemeja katun dan 2.000 galon air untuk memproduksi celana jeans. Secara global, industri ini menghabiskan sekitar 79 miliar liter air setiap tahunnya. Selanjutnya limbah air hasil produksi yang tidak diolah kembali dapat mencemari perairan dengan racun dan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan.

Cepatnya pergantian tren pakaian serta kualitas pakaian fast fashion yang kurang baik membuat konsumen menjadi sering berbelanja dan dengan mudahnya membuang pakaian yang sudah tidak dipakai. Sikap boros ini berkontribusi dalam penumpukan limbah tekstil, yang diperkirakan mencapai sekitar 92 juta ton setiap tahunnya. Limbah tekstil ini biasanya dibakar atau dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir dan hanya kurang dari 1% yang didaur ulang.

Slow Fashion

Berangkat dari masalah yang menjadi dampak dari fast fashion, muncul suatu antitesis yang disebut dengan “Slow Fashion”, istilah ini diperkenalkan oleh Kate Fletcher. Selanjutnya di tahun 2017, sudah terbentuk sebuah agenda yang mengajak merek pakaian di dunia untuk berkontribusi dalam mengubah sistem mereka menjadi berpatokan pada Circular Fashion System. Sistem ini mengedepankan konsep recyclable material dalam proses desain dan produksi. Sampai saat ini sudah ada 142 merek mode di dunia yang ikut bergabung dalam program yang bertajuk 2020 Circular Fashion System Commitment.

Solusi

Pada akhirnya, dibutuhkan peran produsen dan konsumen untuk saling bekerja sama dalam mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh fast fashion. Beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai konsumen di antaranya:

  • Mengurangi pembelian pakaian
  • Membeli pakaian baru dari brand mode yang sustainable
  • Membeli pakaian secondhand/thrift
  • Menjual atau menyumbangkan pakaian yang sudah tidak dipakai
  • Memperbaiki atau mendaur ulang pakaian yang rusak
  • Mendukung kain ramah lingkungan
  • Mencuci pakaian dengan bijak

Referensi

Bick, R., Halsey, E. and Ekenga, C. C. (2018) ‘The global environmental injustice of fast fashion’, Environmental Health: A Global Access Science Source, 17(1). doi: 10.1186/S12940-018-0433-7.

Crumbie, A. (2021) What is fast fashion and why is it a problem? | Ethical Consumer. Available at: https://www.ethicalconsumer.org/fashion-clothing/what-fast-fashion-why-it-problem (Accessed: 21 February 2022).

Environmental Audit Committee (2019) Fixing fashion: clothing consumption and sustainability – Environmental Audit Committee. Available at: https://publications.parliament.uk/pa/cm201719/cmselect/cmenvaud/1952/full-report.html#heading-7 (Accessed: 21 February 2022).

Green Alley (2021) Mengenal Fast Fashion dan Pengaruhnya Terhadap Kerusakan Lingkungan. Available at: https://www.greenalley.co.id/mengenal-fast-fashion-dan-pengaruhnya-terhadap-kerusakan-lingkungan/ (Accessed: 19 February 2022).

Hendriksz, V. (2018) 64 Brands set 143 Targets for a Circular Fashion Future. Available at: https://fashionunited.com/news/business/64-brands-set-143-targets-for-a-circular-fashion-future/2018011819268 (Accessed: 27 February 2022).

Hill, M. (2021) What Is Slow Fashion? – Good On You. Available at: https://goodonyou.eco/what-is-slow-fashion/ (Accessed: 27 February 2022).

Lai, O. (2021) What is Fast Fashion? . Available at: https://earth.org/what-is-fast-fashion/ (Accessed: 20 February 2022).

Maiti, R. (2020). Fast Fashion: Its Detrimental Effect on the Environment. Available at: https://earth.org/fast-fashions-detrimental-effect-on-the-environment/ (Accessed: 19 February 2022).

Sheperd, H. (2019) Thirsty for Fashion? How organic cotton delivers in a water-stressed world. Bristol. Available at: http://catalogue.unccd.int/1352_thirsty-for-fashion-soil-association-report.pdf.

Utami, S. F. (no date). Mengenal Fast Fashion dan Dampak yang Ditimbulkan. Retrieved Available at: https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/mengenal-fast-fashion-dan-dampak-yang-ditimbulkan/(Accessed: 19 February 2022).

Wagner, L. (2020) The environmental impact of the fast fashion industry | Infographic & Stats. Available at: https://sanvt.com/journal/environmental-impact-of-fast-fashion-infographic/ (Accessed: 21 February 2022).

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *