Kajian Isu Kolaborasi Hima IKM Unand X ENVIHSA FKM UI Ocean Emergency

Ocean Emergency: Laut Terancam Kritis, Bumi dan Masyarakat Kian Miris

1. Apa itu Ocean emergency?

Ocean Emergency merupakan kondisi di mana laut telah mencapai level darurat akibat banyaknya kerusakan di dalamnya, seperti rusaknya ekosistem laut, munculnya permasalahan akibat polusi plastik, dan lain sebagainya. Berdasarkan data dari World Meteorological Organization pada tahun 2021, konsentrasi gas rumah kaca, kenaikan permukaan air laut, pengasaman laut, dan pemanasan laut telah mencatat rekor terbaru.

Dalam Konferensi Kelautan PBB 2022 yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyebutkan bahwa beberapa faktor penyebab kerusakan laut, salah satunya adalah kenaikan suhu air laut, disebabkan karena terjadinya pemanasan global yang masih belum dapat untuk dicegah.

2. Bagaimana Kondisi Laut Saat Ini?

a. Kondisi Laut Dunia

Pada saat World Oceans Day (WOD) 2022, PBB menyatakan bahwa keadaan laut di dunia saat ini sudah menunjukkan kekhawatiran, sebanyak 90% populasi ikan besar telah habis dan 50% terumbu karang hancur. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami

Menurut studi proyeksi masa depan dari Model Sistem Bumi, menemukan bahwa sebagian besar lautan dunia terus kehilangan memori dari tahun ke tahun di bawah pemanasan global. Hal ini menurunkan kemampuan respons kolektif model iklim terhadap pemanasan yang disebabkan oleh manusia. Ketika konsentrasi gas rumah kaca terus meningkat, penurunan memori tersebut akan menjadi semakin nyata

Selain akibat pemanasan global, saat ini di seluruh dunia banyak terjadi aksi di merampas kekayaan lautan tanpa memberikan pemulihan. Lebih lanjut lagi, lautan dunia terancam oleh beragam industri yang permintaannya terus meningkat. Pasir laut adalah mineral yang paling banyak ditambang di lingkungan laut karena meningkatnya permintaan global dari industri konstruksi. Selain itu, izin eksplorasi pertambangan yang telah diberikan berada di dasar laut yang berada di wilayah di luar yurisdiksi negara. Khusus dalam bidang perikanan laut, terdapat hegemoni neoliberalisme yang ditandai dengan fenomena pengendalian, pengelolaan, hingga pengambilan keputusan dalam usaha perikanan dunia oleh 13 perusahaan transnasional yang tersebar di Norwegia, Jepang, Thailand, Hong Kong, Korea, Spanyol dan Amerika (Karim, 2021). Tiga belas perusahaan transnasional tersebut mengendalikan 11-16% hasil tangkapan laut global yang setara 9-13 juta ton. Pendapatan tahunan total perusahaan tersebut setara dengan 18 persen dari nilai global produksi seafood yakni sebesar US$252 miliar. Perusahaan transnasional tersebut tak hanya menguasai perikanan tangkap dan budidaya, tetapi juga berpengaruh secara ekonomi-politik dalam menentukan kebijakan dan manajemen perikanan tangkap maupun budidaya di dunia.

b. Kondisi Laut Indonesia

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan luas perairan mencapai 93 ribu km2, 17.480 pulau, dan garis pantai sepanjang 95.000 km. Indonesia juga merupakan negara dengan terumbu karang terbaik dan paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia dengan luas terumbu karang mencapai 284,300 km2 atau setara dengan 18% total terumbu karang dunia.

Beberapa kerusakan kondisi laut yang terjadi di Indonesia yaitu:

  1. Lebih 30% dari total luas terumbu karang di Indonesia sebesar 18.000 km2 mengalami kerusakan parah.
  2. Beberapa perairan di Indonesia kualitas airnya sudah tergolong tercemar dari ringan hingga berat, dilihat dari indikator biodiversitas, baku mutu air (suhu, salinitas, sulfida, kecerahan perairan, pH, amonia total, nitrat dan fosfat), sampah, dan aktivitas manusia. Masuknya pencemar organik dan anorganik ke badan air perairan pesisir pantai dapat menyebabkan kualitas perairan mengalami degradasi fungsi secara biologis.
  3. Penangkapan ikan berlebihan (populasi ikan hiu dan ikan pari di Indonesia pun terancam mengalami kepunahan. Berdasarkan temuan WWF Indonesia bahwa setidaknya terdapat 10 juta ekor hiu ditangkap di perairan Indonesia setiap tahunnya untuk keperluan komersial) dengan cara pengeboman dan trawl, peluruhan potasium yang dilakukan nelayan asal dalam maupun luar negeri yang menyebabkan pencemaran dan terganggunya keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem laut.
  4. Banyaknya pembuangan sampah hingga ke laut, terutama sampah plastik. Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik nomor 2 setelah China.
  5. Pencemaran minyak dan pembuangan limbah dan logam berbahaya jenis lainnya. Pencemaran laut ini terjadi hampir di seluruh pesisir lautan di Indonesia.
    • Teluk Jakarta salah satu kawasan dengan pencemaran laut terparah. Warna air laut di teluk ini semakin menghitam dan sampah yang rapat mengambang di permukaan air. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyebutkan pencemaran itu berasal dari limbah domestik dan industri yang dibawa 13 sungai bermuara di sana.
    • Pencemaran juga terjadi di Taman Nasional Pulau Seribu. Pencemaran juga terjadi di pantai utara Jawa Tengah yang tercemar logam berat.
    • Di Pulau Lombok dan Sumbawa itu, sedikitnya 110 ribu ton tailing (limbah tambang) dibuang tiap harinya oleh sebuah perusahaan tambang multinasional.
    • Di Kalimantan, pencemaran laut juga terjadi yang salah satunya terjadi di Pulau Sebuku. Di sana beroperasi perusahaan tambang batu bara. Air pencucian batu bara, tumpahan minyak, serta oli saat pengapalan mencemari sungai dan akhirnya ke laut,
  6. Kerusakan akibat pemanfaatan besar-besaran oleh aktivitas manusia seperti over fishing yang masih terjadi, meluasnya kerusakan ekosistem mangrove dan bakau, polusi laut dan pesisir, perubahan iklim, pemanasan global, perusakan habitat laut, meningkatnya permintaan akan sumber daya dan kemajuan teknologi.
  7. Akibat pandemi COVID-19 yang berimbas pada rencana pemerintah dan penumpukan sampah plastik dan B3 di laut. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Tim LIPI pada pertengahan tahun 2020 mengungkap fakta bahwa  pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdampak pada meningkatnya penggunaan plastik sebagai kemasan belanja online. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun menyebutkan total sampah medis kategori B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan sampah rumah tangga dari penanganan COVID-19 di Indonesia kini telah mencapai 1.100 ton. Sebagian besar sampah tersebut ditemukan di laut.

3. Apa Sajakah Penyebab Pencemaran Laut?

Pencemaran laut di Indonesia berasal dari berbagai sumber, diantaranya yaitu limbah sampah plastik yang asalnya dari limbah rumah tangga di daerah kota. Sampah-sampah plastik ini terbawa arus sungai hingga sampai ke laut. Adapun, sumber selanjutnya merupakan adanya kebocoran kilang minyak atau pipa minyak. Selain itu, penggunaan pestisida juga menjadi salah satu penyebab pencemaran laut. Pestisida yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan peternakan mengandung DDT ini bersifat toksik. Seperti sampah plastik, pestisida juga masuk ke laut melalui aliran sungai.

Sedangkan, untuk skala global penyebab pencemaran laut diperantarai oleh tanah yang disebut sebagai pencemaran nonpoint yang terjadi akibat limpasan. Pencemaran nonpoint tersebut meliputi septic tank, mobil, truk, kapal, limbah pertanian, peternakan, dan kawasan hutan.

Berdasarkan faktor penyebab potensial terpaparnya bahan pencemar ke lingkungan perairan, terdapat dua sumber besar, yakni sumber dari aktivitas manusia (antropogenik) berupa limbah domestik, industri, dan pertanian. Kemudian, sumber alami (nature) berupa rembesan hidrokarbon, gunung api, tsunami, blooming algae, dan sebagainya.

Jalur masuk pencemaran laut dapat terjadi melalui tiga jalur, yaitu pelepasan langsung, aliran air sungai, dan deposisi atmosfer. Pelepasan langsung tidak membutuhkan perantara untuk memasukkan bahan pencemar ke laut yang terbagi menjadi perbuatan sengaja dan tidak di sengaja. Bahan pencemar berupa limbah padat hasil industri diperkirakan setiap tahunnya dibuang ke dalam tengah laut sekitar 10.000 kontainer secara ilegal (Podsada 2001). Sedangkan, secara tidak sengaja, terjadi kecelakaan kapal yang berpotensi menumpahkan minyak ke dalam laut. Melalui aliran sungai, contohnya yaitu jalanan perkotaan yang dilengkapi storm sewer pada saat hujan akan memberikan 75% kontribusi bahan kimia beracun. Deposisi atmosfer berupa tiupan angin dapat membawa partikulat debu dan aerosol yang mengandung bahan pencemar dari daratan ke lautan. Misalnya debu dari gurun gobi dan taklamanan yang bergerak melewati Korea, Jepang, dan Pasifik Utara ke Kepulauan Hawaii ditengarai menurunkan kualitas terumbu karang (Duce et Al. 1980; Garrison et Al. 2003).

Pencemaran laut juga dapat terjadi akibat dari adanya kegiatan reklamasi pantai. Dalam Pasal 1 Ayat 23 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, reklamasi disebutkan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Pada kenyataannya, reklamasi pantai menimbulkan tidak sedikit dampak negatif pada lingkungan, khususnya laut. Reklamasi pantai dapat merusak ekosistem karena adanya perubahan struktur alam yang terlalu dipaksakan oleh manusia membuat keanekaragaman hayati kian menghilang.

4. Bagaimana Hubungan Antara Perubahan Iklim dengan Kerusakan Laut?

Iklim adalah rata-rata keadaan atmosfer pada suatu saat di waktu tertentu. Iklim berubah secara terus menerus karena interaksi antara komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, dan faktor-faktor disebabkan oleh kegiatan manusia.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari karbon dioksida, metana, nitrogen, dan sebagainya.

Temperatur atmosfer diproyeksikan akan semakin meningkat hingga sekitar 2,5°C pada tahun 2100. Hubungannya dengan laut yaitu:

  1. Kenaikan permukaan laut global yang disebabkan ekspansi termal dan pencairan lapisan es, serta ditambah diperburuk di bawah iklim yang memanas. Selama setengah abad terakhir, permukaan laut rata-rata global naik sekitar 2-3 mm per tahun.  kenaikan permukaan laut kemungkinan akan meningkatkan proses sedimentasi yang berpotensi mengganggu fotosintesis, makan, perekrutan, dan proses fisiologis kunci terumbu lainnya.
  2. Peningkatan suhu dan pengasaman laut akan meningkatkan intensitas keparahan peristiwa pemutihan karang, beberapa spesies akan menghadapi kepunahan, dan menimbulkan risiko besar terhadap ekosistem laut, terutama ekosistem di wilayah kutub dan ekosistem terumbu karang, erosi pantai dan perendaman, serta hilangnya pulau-pulau kecil.
  3. Mengubah perilaku siklus Peristiwa Osilasi Selatan El Niño (ENSO) atau pergeseran periodik sistem atmosfer laut di Pasifik tropis yang berdampak pada cuaca di seluruh dunia. Itu terjadi setiap 3-7 tahun (rata-rata 5 tahun). Perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi kejadian La Nina dan El Nino. La Nina menimbulkan dampak berupa banjir akibat curah hujan yang tinggi sementara El Nino menimbulkan dampak berupa kekeringan ekstrim akibat rendahnya curah hujan.
  4. Perubahan iklim sangat berkorelasi dengan peningkatan potensi kerusakan badai tropis dan curah hujan yang tinggi. Jika badai tropis meningkat intensitasnya, maka terumbu karang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari badai, sehingga menimbulkan erosi, pemindahan atau lepasnya kerangka terumbu karang masif, kerusakan karang, dan jaringan parut karang oleh puing-puing. Peningkatan curah hujan juga menyebabkan kerusakan karang karena kejadian banjir, limpasan air tawar terestrial yang terkait dan nutrisi terlarut dari daerah aliran sungai pesisir, dan perubahan dalam transportasi sedimen (yang mengarah pada penutupan karang).
  5. Implikasi perubahan iklim di laut dan asosiasinya dengan aktivitas manusia (antropogenik), akan mengakibatkan penurunan produktivitas perikanan secara umum. Akibatnya adalah terancamnya sumber ketahanan pangan di masa yang akan datang.

5. Bagaimanakah peran laut bagi kehidupan di bumi?

Laut memiliki banyak manfaat bagi makhluk hidup, salah satunya sebagai sumber daya alam yang penting untuk mendukung kehidupan yang ada di muka bumi. Penangkapan ikan adalah salah satu bentuk memanfaatkan laut bagi kehidupan manusia. Data dari Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa 50% penduduk dunia memenuhi 20% kebutuhan proteinnya dari ikan. Laut juga mengandung mineral yang dibutuhkan oleh manusia, dimana 73 dari 93 jenis mineral yang ada di laut sudah dapat diukur konsentrasinya. Mineral tersebut akan terserap oleh rumput laut yang selanjutnya akan dikonsumsi oleh manusia. Selain itu, manfaat mineral tersebut juga dapat diperoleh dengan mengonsumsi garam laut.

Tubuh manusia 70% terdiri dari air, sehingga sangat dibutuhkan untuk tubuh. Air yang dibutuhkan tersebut adalah berupa air tawar. Sejauh ini air tawar yang digunakan berasal dari air tanah. Air tanah yang digunakan lama kelamaan akan menyebabkan lapisan tanah menurun sehingga tidak baik bagi lingkungan. Oleh karena itu, salah satu langkah alternatif untuk memenuhi kebutuhan air manusia adalah dengan memanfaatkan air laut. Air laut yang memiliki sifat asin karena kadar garam yang tinggi dapat diubah menjadi air tawar melalui proses desalinasi.

Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh makhluk hidup. Laut juga digunakan sebagai sarana transportasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Dalam hal estetika laut berperan sebagai sarana wisata bahari. Keanekaragaman makhluk hidup dan terumbu karang dapat dimanfaatkan sebagai wisata di suatu daerah. Hal tersebut juga dapat mendukung perekonomian di daerah tersebut sehingga dapat memakmurkan masyarakat di daerah tersebut.

6. Bagaimana Dampak Kerusakan Laut?

a. Dampak Bagi Aspek Kesehatan

Pembuangan limbah dari darat akan bermuara ke laut, limbah yang mengandung polutan akan masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian akan larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian lain masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut, dan lain-lain).

Polutan tersebut akan mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan berakhir ke manusia. Ikan predator dan ikan yang berumur panjang memiliki kandungan konsentrasi polutan paling tinggi diantara seluruh organisme laut. Bila ini dijadikan bahan makanan akan membahayakan bagi kesehatan manusia. Logam berat yang masuk kedalam tubuh manusia akan menghalangi kerja enzim sehingga proses metabolisme tubuh terganggu dan menyebabkan kanker dan mutasi. Beberapa jenis logam berat yang membahayakan manusia adalah:

  • Timbal

Jumlah timbal yang melebihi nilai ambang batas akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik dan manusia. Peningkatan kadar timbal di perairan terjadi karena pembuangan limbah cat, pengelasan kapal, dan kebocoran bahan bakar dari kapal. Timbal yang terakumulasi dalam tubuh organisme air dan dikonsumsi oleh manusia akan menimbulkan gangguan pada sistem reproduksi pria dengan menurunkan kualitas semen, menurunkan hemoglobin dan meningkatkan resiko anemia serta menimbulkan gangguan fungsi hati.

  • Tembaga

Tembaga masuk ke dalam air melalui aktivitas manusia, seperti emisi, udara, industri pelapisan logam, galangan kapal dan pertambangan. Tembaga digunakan sebagai algasida untuk membasmi pertumbuhan alga yang berlebihan diperairan, molusida dan fungsida. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 NAB dari tembaga hanya sebesar 0.008 mg/l. Tembaga memang sangat penting bagi manusia, mamalia, dan ikan untuk membantu metabolisme, pembentukan hemoglobin, haemosianin dan gigmen dalam proses pengangkutan oksigen. Akan tetapi, jika melebihi NAB maka sifat tembaga menjadi toksik, dan menyebabkan muntah, diare, wilson disease dan sebagainya.

  • Merkuri

Merkuri merupakan jenis logam berat yang tidak dapat didegredasi oleh bekteri sehingga dapat menumpuk di perairan. Peningkatan kadar merkuri di air disebabkan oleh aktivitas penambangan, residu pembakaran batu bara, limbah pabrik, limbah rumah tangga dan sebagainya. Merkuri akan menumpuk pada ikan dan kerang, apabila ikan dan kerang tersebut dikonsumsi oleh manusia maka menyebabkan ataksia, penurunan kemampuan berbicara dan pendengaran, tremor, dan disentri. Pada kondisi akut akan disertai dengan kelumpuhan, kegilaan, koma dan berakhir dengan kematian. Selain itu merkuri juga dapat merusak otak pada janin apabila ibu hamil terpapar merkuri, sedangkan pada wanita paparan merkuri akan meningkatkan prevalensi menstruasi abnormal dan dismenore.

  • Kadmium

Kadmium termasuk kategori bahan beracun dan berbahaya (B3). Konsentrasi kadmium yang diizinkan dalam air adalah 0.01 mh/l berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Diperairan tingkat toksisitas kadmium akan lebih tinggi pada salinitas rendah, hal ini terjadi karena pada salinitas rendah akan menyebabkan peningkatan kation Cd bebas sehingga menurunkan pembentukan molekul kompleks anorganik maupun organik. Kation Cd bebas inilah yang akan masuk kedalam tubuh organisme sehingga meningkatkan toksisitas. Kenaikan ini nantinya akan menyebabkan perubahan kemampuan osmotik dan regulasi ionik pada salinitas rendah. Konsumsi air yang tecemar kadium akan menyebabkan penyakit itai-itai dengan ditandai dengan ketidaknormalan tulang dan beberapa organ tubuh mati. Keracunan Cd ini juga dapat merusak fungsi fisiologis tubuh seperti pada pernafasan, sirkulasi darah, penciuman, dan rusaknya kelenjer reproduksi, ginjal, jantung dan kerapuhan tulang.

  • Krom

Kromium (VI) adalah kromium yang paling beracun dan mutagenik, karsinogenik, dan teratogenik. Kromium tidak dapat didegradasi dalam tubuh sehingga terakumulasi didalam tubuh organisme. Kromium dapat berbahaya bagi organisme air maupun manusia. Kromium (IV) berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan gangguan fisiologi paru. Kromium juga dapat menyebabkan asma, bronkitis, hiperemia, dan kanker.

b. Dampak Bagi Aspek Biodiversitas

Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia (marine mega-biodiversity). Namun keanekaragaman tersebut dirusak oleh tangan tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Biodiversitas adalah semua kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup.

Masuknya bahan organik ke perairan dalam jumlah yang berlebih akan menganggu keseimbangan ekosistem perairan, Ini akan menstimulir ledakan populasi fitoplankton dan mikroba air yang bersifat patogen. Selain itu penimbunan dasar perairan oleh sedimen akan merusak dan memusnahkan komunitas hewan bentik dan lokasi pemijahan biota perairan lainnya. Partikel tanah yang tersuspensi akan menutupi habitat tanaman air dan telur-telur seluruh biota perairan, sehingga telur tersebut tidak dapat berkembang biak dengan baik.

Jika hal ini dibiarkan terus terjadi maka akan membuat penurunan populasi secara masal dalam jangka panjang dan menurunkan keanekaragaman hayati perairan. Selain menyebabkan kematian ikan kadar logam dalam air juga mempengaruhi struktur histolgis jaringan dan organ ikan serta penurunan ukuran, berat dan panjang ikan.

c. Dampak Bagi Aspek Ekonomi

Kesehatan laut menjadi faktor penting untuk mendukung pemanfaatan ruang laut yang ada di Indonesia. Faktor tersebut bisa menggerakkan roda perekonomian yang dilaksanakan di laut dan sekaligus bisa menjaga kelestarian ekosistem laut tetap berjalan baik. Dampak kerusakan laut bagi sektor ekonomi paling berpengaruh pada masyarakat nelayan yang kehidupan ekonominya sangat bergantung pada kondisi laut. Pencemaran laut dan limbah telah mengakibatkan penurunan hasil tangkapan nelayan di sejumlah kawasan. Hal ini terjadi karena ekosistem ikan terganggu, seperti terumbu karang, mangrove, dan padang lamun yang merupakan tempat ikan dan biota laut lainnya memijah dan membesarkan anak ikan. Begitupula pemasukan dari dari pariwisata pesisir dan laut juga menerima dampak dari kerusakan ini.

d. Dampak Bagi Aspek Lingkungan

  1. Abrasi atau erosi pantai adalah proses mundurnya garis pantai dari kedudukan garis pantai yang lama.   Abrasi   ini   disebabkan   oleh   faktor   alam   seperti   tiupan   angin   di   atas   laut   yang menghasilkan gelombang dan juga arus laut yang kuat. Gelombang laut yang besar dan terjadi sacara  terus-menerus  dapat  mempercepat  proses  abrasi.  Selain  mengurangi  jarak  laut  dengan daratan  sehingga  lahan  penduduk  pesisir  menjadi  sempit,  abrasi  juga  menggusur  tempat berkumpulnya  ikan  perairan  pantai  sehingga  menyulitkan  nelayan  untuk mencari  ikan  di  tepi laut.
  2. Pencemaran sampah anorganik adalah pencemaran limbah kegiatan rumah tangga seperti botol plastik dan kaleng yang sangat sulit terurai.  Misalnya,  untuk  mengurai  satu  botol  plastik dibutuhkan  waktu  sekitar  450  tahun.  Hal  tersebut tentu  membuat  kelestarian  ekosistem  laut semakin  terancam.  Limbah  rumah  tangga  lain  dapat  berupa  sisa  konsumsi  makanan  sehari-hari,  air  bekas  mencuci  pakaian,  air  bekas  mandi  dan  air  bekas  sanitasi.  Pencemaran  tersebut akan   ditandai   dengan   tingginya   mikroba   berbahaya   yang   terkandung   dalam   air   laut. Bertambahnya  jumlah  penduduk  di  daerah  tersebut  juga  akan  mempengaruhi  banyaknya limbah  yang  dihasilkan.  Semakin  banyak  limbah  rumah  tangga  yang  mengalir  menuju  laut maka air laut akan semakin tercemar.
  3. Eksploitasi  sumber  daya  alam  yang  berlebihan  (over  exploitation). Bentuk  eksploitasi  pantai diantaranya  adalah  penambangan  pasir,  penambangan  terumbu  karang  dan  eksploitasi  ikan berlebihan.   Banyak  nelayan   yang  menggunakan  alat  penangkap  ikan   yang  tidak  ramah lingkungan  demi  mendapatkan  hasil  tangkapan  ikan  yang  melimpah.  Hal  tersebut  tentu merusak  habitat  terumbu  karang.  Kelangkaan  terumbu  karang  dan  berkurangnya  pasir  laut menyebabkan  bertambahnya  kedalaman  perairan  dangkal  sehingga  gelombang  laut  tidak  bisa diredam dan sampai ke pantai dengan energi yang cukup besar.
  4. Berkurangnya  ketersediaan  air  bersih.  Minimnya  sarana  pelayanan  dan  buruknya  kualitas lingkungan di Kabupaten Batu Bara membuat masyarakat pesisir harus membeli air bersih tiap hari.  Untuk  memenuhi  kebutuhan  minum  dan  memasak,  keluarga  nelayan  harus  membayar sebesar  kurang  lebih  Rp10.000  untuk  mendapatkan  air  bersih  sebanyak  100  liter  tiap  harinya. Padahal, penghasilan mereka hanya Rp30.000 sekali melaut. Apabila tidak mendapatkan hasil tangkapan  biasanya  masyarakat  mengutang  untuk  mencukupi  kebutuhan  harian  keluarga mereka.
  5. Pemukiman  menjadi  kumuh  dan  tidak  enak  dipandang.  Banyak  masyarakat  yang  kesulitan memperoleh  lahan  pemukiman  akhirnya  membuat  rumah  semi  permanen  diberbagai  macam tempat yang salah satunya adalah lahan tepi laut. Lahan disepanjang laut yang berada di kota-kota  padat  penduduk  telah  beruah  menjadi  pemukiman  yang  biasanya  memiliki  kebiasaan buruk   yakni   membuang   sampah   apa   saja   yang   tidak   bermanfaat   ke   sekeliling   rumah. Pekarangan  rumah  menjadi  penuh  dengan  sampah  dan  kemudian  mengalami  pendangkalan. Jika  sudah  demikian,  sungai  dangkal  yang  tercemar  akan  mengakibatkan  banjir  ketika  musim penghujan. Banjir air sungai tersebut membawa  serta bakteri-bakteri berbahaya  yang akhirnya menimbulkan berbagai macam penyakit.

7. Bagaimana Upaya PBB dalam Penanganan Ocean Emergency ?

Dalam pidato pembukaan pada UN Ocean Conference 2022, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyampaikan empat rekomendasi untuk menangani permasalahan “Ocean Emergency”, diantaranya:

1.     Berinvestasi dalam ekonomi laut yang berkelanjutan

Dalam pidatonya, Antonio Guterres mengajak pemangku kepentingan untuk berinvestasi dalam ekonomi laut yang berkelanjutan untuk pangan,  energi terbarukan, serta mata pencaharian, melalui pendanaan jangka panjang mengingat SDG ke-14 mendapat dukungan paling sedikit di antara 17 SDGs yang ada. Adapun SDG ke-14 bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan samudera, laut, dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan ekonomi laut yang berkelanjutan diharapkan dapat membantu laut menghasilkan sebanyak enam kali lebih banyak makanan dan menghasilkan 40 kali lebih banyak energi terbarukan daripada yang ada saat ini.

2.     Menjadikan laut sebagai model dalam mengelola masalah global untuk kebaikan yang lebih besar.

Untuk mewujudkan hal tersebut, berarti kita harus mencari solusi untuk mencegah dan mengurangi segala jenis pencemaran laut, baik yang bersumber dari darat maupun laut. Selain itu, diperlukan juga upaya peningkatan tindakan konservasi berbasis kawasan yang efektif dan pengelolaan zona pesisir terpadu. SDGs yang berkaitan dengan hal ini adalah SDG ke-13 tentang penanganan perubahan iklim dan SDG ke-14 tentang ekosistem lautan.

3.     Melindungi masyarakat  utamanya yang bermata pencaharian bergantung pada hasil laut.

Lebih menjaga laut berarti juga melindungi masyarakat yang hidup di sekitar dan bergantung pada laut. Langkah untuk lebih menjaga kelestarian laut dapat dilakukan contohnya dengan memperbaiki dan melestarikan ekosistem pesisir melalui restorasi mangrove, rawa, dan terumbu karang. Penjagaan laut diharapkan dapat ikut serta dalam mengatasi perubahan iklim dan berinvestasi dalam ekosistem pesisir yang tahan iklim karena sektor pelayaran nantinya juga akan berkontribusi pada zero emission di tahun 2050 kelak. Sehingga, inisiatif dalam kepedulian terhadap keadaan “peringatan” dini (early warning) ini jika terpenuhi dalam lima tahun ke depan dapat membantu merealisasikan pencapaian SDG ke-14 yaitu melestarikan dan memanfaatkan laut beserta sumber dayanya secara berkelanjutan sebagai bentuk upaya dalam pembangunan berkelanjutan yang tentunya berkaitan erat dengan SDG ke-13 mengenai climate action.

4.     Lebih banyak mengembangkan ilmu pengetahuan dan inovasi

Aksi-aksi yang nantinya dilakukan dalam pemeliharaan kelestarian laut hendaknya disertai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi sehingga akan mendorong kita menuju babak baru aksi pemeliharaan laut secara global. Semua sektor saling bekerja sama untuk dapat mewujudkan pemulihan kesehatan laut sehingga nantinya laut dapat mendukung kegiatan riset untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan pengelolaan yang berkelanjutan. Terkait hal ini fokus SDGs yang diambil adalah SDG ke-9 mengenai pembangunan infrastruktur yang tangguh, peningkatan sektor yang berkelanjutan dan mendorong inovasi.

Sebagai bentuk hasil konferensi, UN Ocean Conference mengadopsi deklarasi berjudul “Our Ocean, Our Future, Our Responsibility” atau yang berarti “Lautan Kita, Masa Depan Kita, Tanggung Jawab Kita” (A/CONF.230/2022/L.1), sebagai outcome document. Dalam deklarasi politik itu sendiri (A/CONF.230/2022/12), semua sektor dari berbagai kalangan menegaskan kembali komitmen kuat mereka untuk melestarikan dan memanfaatkan laut beserta sumber dayanya secara berkelanjutan serta menyerukan ambisi yang lebih besar untuk dapat juga berkontribusi dalam meningkatkan taraf kesehatan, produktivitas, pemanfaatan berkelanjutan, dan ketahanan laut beserta ekosistem di dalamnya. Dalam deklarasi tersebut juga mengakui pentingnya Dekade Ilmu Kelautan untuk Pembangunan Berkelanjutan PBB (2021-2030) dan menekankan bahwa dalam rangka merumuskan solusi menghadapi tantangan untuk mencapai SDG ke-14 harus menggunakan pendekatan dan aksi yang berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi, sehingga nantinya tetap dapat relevan sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, yakni melalui (IISD, 2022):

  1. Menginformasikan pengelolaan, perencanaan, dan pengambilan keputusan pelestarian laut secara terpadu;
  2. Memulihkan dan memelihara stok ikan;
  3. Mencegah, mengurangi, dan mengendalikan segala jenis pencemaran laut, baik yang bersumber dari darat maupun bersumber dari laut itu sendiri;
  4. Mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi dan beradaptasi dengan perubahan iklim; serta

Mencegah, meminimalisasi dan mengatasi kerugian dan kerusakan, mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketahanan, termasuk melalui peningkatan penggunaan teknologi energi terbarukan, terutama teknologi berbasis laut.

8. Bagaimana Regulasi Pemerintah Indonesia Terkait Perlindungan Laut?

  1. Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut
  2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Pasal 8
  3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
  4. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
  5. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, serta aturan hukum lainnya yang berkenaan dengan Pengaturan pencegahan pencemaran minyak di laut oleh kapal laut di Indonesia.
  7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
  8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim.
  9. Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.
  10. Peraturan Menteri Nomor 29 tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim.

Pemerintah mengatur terkait mekanisme pengurangan pencemaran terhadap laut, termasuk di dalamnya adalah Pembentukan Tim Koordinasi Nasional terhadap penanganan sampah di laut. Peranan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait dengan pengelolaan sampah laut yaitu :

  1. Menyelenggarakan sekolah bahari indonesia sebanyak 24 kegiatan
  2. Pengendalian Sampah di 13 Muara Sungai
  3. Pengendalian Sampah Plastik yang berasal dari aktivitas transportasi laut dimana aksinya adalah Pembangunan sarana dan prasarana pengolahan sampah di 23 PPS/PPN
  4. Penerapan sertifikasi ISO 14000 pengelolaan sampah limbah di 22 PPS/PPN
  5. Penyusunan SOP Pengolahan sampah plastik yang berasal dari kegiatan Kelautan dan Perikanan, membangun fasilitas tempat penampungan sampah sementara (TPS) atau pusat daur ulang di di 39 PPKT
  6. Menyelenggarakan Gerakan Bersih Pantai dan Laut di 24 lokasi
  7. Penelitian pencemaran sampah di laut dan dampaknya di 11 WPP.

 9. Bagaimana Sikap Masyarakat Untuk Memperbaiki Kondisi Ini?

Puluhan juta ton sampah plastik setiap tahunnya masuk ke lautan, tidak heran jika PBB mengumumkan Status Ocean Emergency ini pada konferensi kelautan (Juni, 2022). Kerusakan yang saat ini terjadi di laut tidak boleh dibiarkan begitu saja. Pemerintah di negara-negara harus mengambil langkah agar mengembalikan keadaan. Namun, secara signifikan hal ini ternyata belum dibarengi dengan sikap masyarakat yang sadar akan hal itu. Tidak sedikit sikap masyarakat yang cenderung membuat kerusakan jadi tambah parah. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki dan peduli pada kelestarian ekosistem laut.

Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan adalah gerakan bersih pantai dan laut. Gerakan ini merupakan bentuk apresiasi cinta terhadap pantai dan laut dengan cara membersihkan laut dari sampah-sampah plastik dan menjaga dari pencemaran lingkungan di wilayah laut dan pesisir pantai. Proses pembersihan ini diiringi dengan upaya memilah sampah. Pemilahan sampah yaitu kegiatan mengelompokkan dan memisahkan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan/atau sifat sampah. Pemilahan sampah bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sampah organik, sampah anorganik dan sampah residu. Pemilahan ini tidak hanya memudahkan proses selanjutnya, melainkan dapat mengurangi pencemaran udara di area laut juga.

Kita sebagai masyarakat juga wajib ikut andil dengan tidak membuang sampah sembarangan. Perlu dipahami bersama bahwa lautan adalah rumah bagi sekitar 700.000 hingga satu juta spesies dan menghasilkan lebih dari setengah suplai oksigen dunia. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi sampah plastik di laut adalah dengan mengalihkan kebiasaan penggunaan sejumlah barang tertentu yang terbuat dari plastik. Contohnya, adalah sedotan dan kemasan yang banyak terbuat dari plastik. Meskipun, penggunaan materi pengganti plastik bioplastik yang terbuat dari rumput laut- ternyata tidak banyak menyelesaikan persoalan sampah plastik di laut. Namun tetap saja, harus ada perubahan paradigma tentang upaya meminimalisasi sampah anorganik yang lama terurai, khususnya di laut.

Sebagai masyarakat yang berjalan sinergis dengan alam, paradigma bahwa laut bukanlah tempat pembuangan akhir harus selalu ditanamkan dan disosialisasikan. Membuang sampah ke laut adalah perbuatan yang bertentangan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Pergantian paradigma harus dilakukan, karena persoalan sampah plastik di laut saat ini sudah menjadi persoalan lintas batas.

Closing Statement :

“Parahnya kondisi laut sebanding dengan parahnya perlakuan manusia kepadanya. Oleh karena itu, pelestarian dan penjagaan laut menjadi suatu kewajiban karena manusia dan laut adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.”

Referensi

Aditya, Z.F. and Al-Fatih, S., 2016. Perlindungan hukum terhadap ikan hiu dan ikan pari untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut Indonesia. Legality: Jurnal Ilmiah Hukum, 24(2), pp.224-235.

Anthony, K.R.N. and P. Marshall. 2009. Coral Reefs and Climate Change. In: A Marine Climate Change Impacts and Adaptation Report Card for Australia 2009. Poloczanska, E.S., A.J. Hobday, and A.J. Richardson (eds.). NCCARF Publication 05/09.

Bambang Dwi Dasanto, S. A. (2020). Dampak Perubahan Iklim terhadap Kenaikan Muka Air Laut di Wilayah Pesisir Pangandaran.

Cindo, Nur Hadiyati. 2021. KONTEKSTUALISASI PENCEMARAN EKOSISTEM LAUT DALAM MENCAPAI SDGS: SUATU KAJIAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA1. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol 8(3).Hal. : 300-313.

Dinas Lingkungan Hidup Kab Buleleng. TINGKAT PENCEMARAN LAUT DI INDONESIA. https://dlh.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/tingkat-pencemaran-laut-di-indonesia-82. (Accesed August 2, 2022)

European Geosciences Union Blogs. (2022) An ocean emergency is upon us. Can the world reverse ocean decline?. Available at: https://blogs.egu.eu/geolog/2022/07/08/an-ocean-emergency-is-upon-us-can-the-world-reverse-ocean-decline/ (Accessed: 30 July 2022).

Hamuna, B., Tanjung, R.H. and MAury, H., 2018. Kajian kualitas air laut dan indeks pencemaran berdasarkan parameter fisika-kimia di perairan Distrik Depapre, Jayapura.

Hari Laut Sedunia : Bagaimana Kondisi Laut Indonesia Selama Masa Pandemi Covid-19?. https://www.sci.ui.ac.id/hari-laut-sedunia-bagaimana-kondisi-laut-indonesia-selama-masa-pandemi-covid-19/ (Accesed August 2, 2022)

International Institute for Sustainable Development. (2022) A Reporting Service for Environment and Development Negotiations Ocean Conference. Available at: https://enb.iisd.org/2022-un-ocean-conference-summary (Accessed: 30 July 2022).

IPCC. 2007. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). Climate Change 2007: The Physical Science Basis (Eds. S. Solomon et al.). Cambridge University Press, Cambridge, UK, and New York.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2018) Gerakan Cinta Laut: Tumbuhkan Kepedulian Jaga Kelestarian Ekosistem Laut. Available at: https://news.kkp.go.id/index.php/gerakan-cinta-laut-tumbuhkan-kepedulian-jaga-kelestarian-ekosistem-laut/ (Accessed: 29 July 2022).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2017. Dampak Perubahan Iklim. ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/aksi/mitigasi/implementasi/10-tentang/19-dampak-perubahan-iklim (Accesed July 30, 2022)

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2020. Pencemaran Laut. https://kkp.go.id/djprl/artikel/23631-pencemaran-laut (Accesed July 29, 2022)

Koral. Kertas Kerja Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur. https://www.walhi.or.id/uploads/buku/Kertas%20Kerja%20KORAL%202022.pdf. (Accesed July 30, 2022)

Kurniawan, roni.2011. Monthly Ocean Waves Variation over Indonesia  http://puslitbang.bmkg.go.id/jmg/index.php/jmg/article/view/104/98. Puslitbangbmkg.Jakarta.

Lubis, 2018. ANALISIS DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP FAKTOR SOSIAL EKONOMI PADA WILAYAH PESISIR DI DESA PAHLAWAN KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu, Vol. 1(2)

Mokodompit, T. M. (2021). KAJIAN TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENCEMARAN LAUT MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT. LEX ADMINISTRATUM, 9(3).  https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/download/33230/31422 (Accesed July 29, 2022)

Nicholls, R.J. and A. Cazenave. 2010. Sea-Level Rise and Its Impacts on Coastal Zones. Science Magazine 328 (5985): 1517-1520)

Pratiwi, Dian Yuni. 2020. DAMPAK PENCEMARAN LOGAM BERAT (TIMBAL, TEMBAGA, MERKURI, KADMIUM, KROM) TERHADAP ORGANISME PERAIRAN DAN KESEHATAN MANUSIA. Jurnal Akuatek, Vol.1(1)

Radinka, N. (2022) Keadaan Laut Dunia Buruk, PBB Tetapkan ‘Ocean Emergency’. Available at: https://ussfeed.com/keadaan-laut-dunia-buruk-pbb-tetapkan-ocean-emergency/pop-culture/ (Accessed: 29 July 2022).

Saraswati, N.L.G.R.A., Arthana, I.W. and Hendrawan, I.G., 2017. Analisis kualitas perairan pada wilayah perairan Pulau Serangan bagian utara berdasarkan baku mutu air laut. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), pp.163-170.

Science Advances. 2022. Global decline in ocean memory over the 21st century. https://www.science.org/journal/sciadv. (Accesed July 30, 2022)

Subandriyo, 2021. Dampak Berbahaya Jika Laut Tidak Sehat. Pusat Riset Kelautan. https://kkp.go.id/brsdm/pusriskel/artikel/35224-ini-dampak-berbahaya-jika-laut-tidak-sehat. (Accesed July 30, 2022)

Sukamto (2017) ‘Pengelolaan Potensi Laut Indonesia  (Studi Terhadap Eksplorasi Potensi Hasil Laut Indonesia)’, Mailia: Jurnal Ekonomi Islam, 9(1), pp. 35–62. Available at: http://yudharta.ac.id/jurnal/index.php/malia.

United Nations Indonesia. (2022) Sustainable Development Goal 9: Industry, Innovation and Infrastructure. Available at: https://indonesia.un.org/index.php/en/sdgs/9/key-activities (Accessed: 1 August 2022).

United Nations. (2022) Guterres outlines four recommendations to help us all ‘Save Our Ocean’. Available at: https://www.un.org/en/desa/guterres-outlines-four-recommendations-help-us-all-save-our-ocean (Accessed: 1 August 2022).

United Nations. (2022) Sounding Alarm about ‘Ocean Emergency’, Secretary-General Outlines Crucial Actions to Protect World’s Seas, Ensure Healthy Planet, as Lisbon Conference Begins. Available at: https://press.un.org/en/2022/sea2143.doc.htm (Accessed: 30 July 2022).

United Nations. (2022) UN Secretary-General declares an “Ocean Emergency”. Available at: https://unric.org/en/un-secretary-general-declares-an-ocean-emergency/(Accessed: 29 July 2022).

Wiadnya (2012) ‘Laut dan fungsinya’, Laut Dan Fungsinya, 12(laut dan fungsi), pp. 1–12. Available at:  http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/1-Laut-Dan-Fungsinya.pdf.

World Meteorological Organization. (2022) Four key climate change indicators break records in 2021. Available at: https://public.wmo.int/en/media/press-release/four-key-climate-change-indicators-break-records-2021 (Accessed: 29 July 2022).

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *