Kisah di Balik Piring : Mengungkap Pengaruh Besar Olahan Hewan Ternak terhadap Perubahan Iklim

Kisah di Balik Piring: Mengungkap Pengaruh Besar Olahan Hewan Ternak terhadap Perubahan Iklim

Pendahuluan

Pengurangan dalam penggunaan bahan bakar fosil yang tidak bersifat berkelanjutan terus digencar setiap saat. Akan tetapi, terdapat satu sektor penting yang masih bermain andil dalam pemanasan global. Sektor tersebut tidak lain adalah sektor peternakan yang menyumbang emisi CH4 atau gas metana terbesar di dunia. Sejak masa praindustri hingga abad ke-21, konsentrasi CH4 meningkat lebih dari dua kali lipat (Wuebbles dan Hayhoe, 2002). Sektor peternakan menyumbang 14,5% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global  (Gerber et al., 2013) sehingga mendorong perubahan iklim yang lebih cepat. Dengan demikian, efek yang terjadi seperti peningkatan degradasi lahan, polusi udara dan air, serta penurunan keanekaragaman hayati tidak dapat dihindari (Bellarby et al., 2013).

Pada saat yang sama, perubahan iklim akan memengaruhi produksi ternak melalui persaingan sumber daya alam, kuantitas dan kualitas pakan, penyakit ternak, tekanan panas, dan hilangnya keanekaragaman hayati sementara permintaan produk ternak diperkirakan akan meningkat 100% pada pertengahan abad ke-21. (Garnett, 2009). Target penurunan emisi GRK Uni Eropa adalah untuk mengurangi emisi sebesar 55% pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, pertanian, khususnya proses pengelolaan pupuk kandang, harus berkontribusi pada pengurangan ini. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan antara produktivitas, ketahanan pangan global termasuk sektor pertanian dan peternakan serta lingkungan yang lestari.

Hewan Ternak Sebagai Sumber Emisi Gas Rumah Kaca

A. Pengaruh Hewan Ternak terhadap Pemanasan Global

Hewan ternak mengeluarkan kotorannya seberat rata-rata 15 kilogram per hari. Pengelolaan kotoran ternak yang tidak tepat dapat menjadi masalah yang spesifik dan meluas di sektor pertanian. Penyimpanan rutin pupuk kandang melepaskan hampir 200 senyawa, menyebabkan hilangnya karbon (C) dan nitrogen (N) secara masif, serta masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat (Zhang et al., 2021). Emisi peternakan dihasilkan dari produksi pakan ternak (58%) dan dilepaskan selama proses pencernaan hewan (31%); sapi, domba, dan kambing menghasilkan metana dalam jumlah besar. Selain itu, amoniak (NH3), bentuk utama hilangnya N selama pengolahan pupuk kandang, merupakan gas pencemar yang penting. Emisi NH3 tidak hanya mengarah pada pembentukan partikel di udara (Zhang et al., 2021), tetapi juga secara langsung atau tidak langsung memengaruhi keseimbangan GRK dan perubahan iklim (Szanto et al., 2007). Oleh karena itu, daur ulang kotoran ternak yang efektif dan mengurangi dampak negatif dari rantai pengelolaan terhadap lingkungan sangat penting

B. Jenis-jenis Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan Hewan Ternak

Berkaitan dengan pemanasan global, karbon dioksida (CO2) merupakan gas penyumbang terbesar. GRK nonkarbon dioksida (non-CO2) pun ikut berkontribusi secara signifikan terhadap pemanasan (Zhang et al., 2021). Metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) –yang merupakan GRK nonkarbon dioksida– menjadi gas rumah kaca terbesar kedua dan ketiga di dunia dengan potensi pemanasan seratus tahun masing-masing sebesar 25–28 dan 265–298 kali dari CO2 (Zhang et al, 2021). Sumber emisi CH4 dan N2O didapatkan dari pengelolaan nutrisi tanah, pencernaan hewan, dan pengelolaan pupuk kandang (Zhang et al, 2021).

1.Metana (CH4)

Di peternakan sapi, gas metana merupakan produk sampingan dari proses alami ketika sapi bersendawa, buang angin (kentut), dan kotorannya. Hewan ternak ruminansia –hewan dengan lebih dari satu ruang perut– mengeluarkan metana saat mencerna makanannya. Hal ini berlaku pada ternak ruminansia besar, seperti sapi dan kerbau serta ternak ruminansia kecil, seperti kambing dan domba.  Meskipun berumur lebih pendek di atmosfer, metana adalah gas sangat kuat yang memiliki dampak pemanasan global 84 kali lebih tinggi daripada CO2 selama periode 20 tahun.

2. Dinitrogen oksida (N2O)

Dinitrogen oksida (nitrat oksida) adalah gas yang dapat dilepaskan dari asam nitrat, atau asam nitrat sebagai produk sampingan dari reaksi antara asam nitrat dan bahan organik, dan pembakaran nitroselulosa. Hasil beban emisi gas N2O dapat dihasilkan secara langsung maupun secara tidak langsung dari pengelolaan kotoran ternak.

Peran Konsumsi Daging dan Susu

A. Pendahuluan

Manusia membutuhkan nutrisi yang mencakup protein dan asam amino untuk menjalankan kegiatan sehari-hari dan mempertahankan hidup. Asam amino esensial tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia dan hanya dapat diperoleh melalui asupan makanan. Produk makanan hewani, seperti daging dan susu, mengandung protein hewani yang lengkap dengan asam amino esensial. Selain itu, protein hewani juga mengandung vitamin B12 yang tidak terdapat dalam protein nabati. Namun, belakangan ini banyak isu menunjukkan bahwa sektor peternakan memiliki dampak besar terhadap lingkungan. Salah satu dampaknya yaitu, sektor ini menjadi salah satu penyumbang utama emisi GRK  yang dapat menyebabkan pemanasan global.

B. Data Konsumsi Daging dan Susu

Dengan jumlah penduduk kurang lebih 272 juta jiwa, daging sapi dan kerbau dikonsumsi penduduk Indonesia sebanyak 696,96 ribu ton dengan konsumen terbesar berada di Pulau Jawa (68,3%) diikuti Pulau Sumatera (15,69%). Sebanyak rata-rata 3,41 kg per kapita per tahun daging sapi dan kerbau dikonsumsi penduduk Pulau Jawa. Hal ini berhubungan dengan daya beli masyarakat akan daging-dagingan lebih tinggi dibandingkan pulau lainnya. Produksi susu di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat dari 664 juta ton (pada tahun 2006) menjadi 1.077 juta ton (pada tahun 2050) serta produksi daging akan berlipat ganda dari 258 menjadi 455 juta ton (Alexandratos dan Bruinsma, 2012).

C. Dampak Akibat Produksi Daging dan Susu

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kemakmuran, permintaan terhadap produk ternak semakin meningkat di seluruh dunia. Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), konsumsi daging di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 76% dari tahun 1999 hingga 2050. Kenaikan ini akan mendorong pertumbuhan produksi ternak yang lebih besar dan meningkatkan risiko dampak lingkungan yang lebih besar pula. Peningkatan produksi ternak menyebabkan perubahan tata guna lahan untuk penggembalaan dan produksi hewan ternak, membutuhkan 33% lahan garapan global untuk pakan, dan menyebabkan kebutuhan air yang tinggi. Secara keseluruhan, peningkatan produksi produk ternak seperti daging dan susu berpotensi memberikan dampak yang signifikan terhadap lingkungan.

D. Perbedaan Dampak Antara Konsumsi Produk Hewani dan Nabati terhadap Lingkungan

Terdapat beberapa perbedaan dampak antara konsumsi produk hewani dan nabati terhadap perubahan iklim, antara lain:

1.Emisi gas rumah kaca

Produksi produk hewani, terutama daging, menghasilkan emisi GRK yang lebih besar daripada produksi produk nabati. Hal ini disebabkan oleh proses pencernaan hewan ternak yang menghasilkan metana (GRK yang lebih kuat dari karbon dioksida).

2. Penggunaan lahan

Produksi produk hewani memerlukan lahan yang lebih luas daripada produksi produk nabati. Hal ini karena hewan ternak membutuhkan lahan yang cukup luas untuk penggembalaan dan produksi pakan ternak.

3. Penggunaan air

Jejak air (water footprint) dari setiap produk hewani lebih besar daripada jejak air dari produk tanaman dengan nilai nutrisi yang setara.

Secara keseluruhan, konsumsi produk hewani dan nabati memiliki dampak yang berbeda terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Produksi produk hewani memerlukan sumber daya yang lebih banyak seperti air, lahan, dan energi, serta menghasilkan emisi GRK yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi produk nabati. Namun, dalam produksi produk nabati juga terdapat masalah, seperti penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan dampak lingkungan dari pilihan konsumsi kita dan mencoba untuk memilih produk-produk yang diproduksi dengan cara yang berkelanjutan serta ramah lingkungan.

Solusi untuk Mengurangi Dampak Hewan Ternak

1.Penerapan Teknologi Ramah Lingkungan dalam Peternakan (Engineering Control)

Sektor peternakan menjadi pemain kunci dalam mitigasi emisi GRK dan meningkatkan ketahanan pangan global. Gas CH4 sebagai buangan dapat dimanfaatkan dengan menggunakan mikroorganisme menjadi biogas. Pengadaptasian teknologi biogas dalam pengeliminasian limbah ternak mendukung Mixed Crop and Livestock (MCL). Penerapan biogas dapat mengurangi konsumsi energi walaupun tidak dapat mengganti secara penuh konsumsi dari energi fosil (Xiaohua, 2005). Residu biogas pun menjadi sebuah keuntungan karena dimanfaatkan petani sebagai pupuk organik padat dan cair. Pengolahan kotoran hewan secara anaerobik tersebut mampu mendukung pelestarian lingkungan serta mengurangi dampak perubahan iklim. Selain itu, dapat dilakukan manipulasi pencampuran bahan pakan lokal untuk ternak ruminansia dengan senyawa tannin. Senyawa tannin ditambahkan karena mampu menghambat pertumbuhan bakteri metanogen ketika proses pencernaan ternak ruminansia berlangsung. Senyawa tannin terkandung dalam daun-daun yang berasal dari tanaman Leguminosa, Gliricida leucaena, dan Kaliandra.

2. Penegakan Hukum Terkait Pengaturan Emisi GRK (Law Enforcement)

Menerapkan peraturan yang mengatur emisi gas rumah kaca dari peternakan, seperti peraturan tentang batas emisi GRK dari hewan ternak, dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas peternakan. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ada di Indonesia juga telah mengatur tentang perlindungan lingkungan. Selain itu, Perpres Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca menjadi salah satu upaya pemerintah dalam melaksanakan UU tersebut terkait dengan pengurangan emisi GRK. Peraturan tersebut tidak secara khusus mengatur batas emisi GRK dari produksi produk hewani, tetapi peraturan tersebut menegaskan pentingnya menganalisis dampak lingkungan terhadap emisi GRK serta memperhatikan isu perubahan iklim dan mitigasi emisi GRK.

3. Pendekatan Secara Luas terhadap Aspek Kesehatan Masyarakat (Public Health)

Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pengaruh produk hewani terhadap lingkungan dan kesehatan, serta mendorong untuk mengurangi konsumsi terhadap produk hewani dan beralih ke produk nabati merupakan solusi yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak produksi produk hewani terhadap perubahan iklim. Konsumsi daging merah dan daging olahan dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan beberapa jenis kanker. Hal tersebut didukung oleh studi yang dilakukan oleh Biobank Inggris, rata-rata peserta yang melaporkan mengonsumsi daging secara teratur (3 kali atau lebih per pekan) memiliki perilaku dan karakteristik kesehatan yang lebih buruk daripada peserta yang mengonsumsi daging lebih jarang. Di sisi lain, konsumsi produk nabati seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-kacangan, dapat membantu mengurangi risiko penyakit kronis dan juga memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah.

Oleh karena itu, edukasi publik yang tepat sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat mengonsumsi produk nabati dan mengurangi konsumsi produk hewani secara berkelanjutan. Dengan begitu, efek jangka panjang yang positif bagi kesehatan dan lingkungan dapat tercipta.

Kesimpulan

Sistem pangan global, termasuk peternakan, memainkan peran penting dalam mencapai target penurunan suhu melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) skala besar dan memberikan peluang untuk sekuestrasi karbon. Sektor peternakan dan pertanian harus dapat beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa upaya pendekatan, seperti penerapan teknologi ramah lingkungan, penegakan hukum, dan pendekatan secara luas terhadap aspek kesehatan masyarakat, sehingga harapannya sektor peternakan dan pertanian dapat memberikan kontribusi positif dalam mencapai target penurunan suhu global, ketahanan terhadap guncangan iklim di masa depan, dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

Referensi

Bellarby, J. et al (2013) Livestock greenhouse gas emissions and mitigation potential in Europe. Glob. Change Biol., 19 (2013), pp. 3-18

Del Prado, A. et al. (2023) Animal board invited review: Opportunities and challenges in using GWP* to report the impact of ruminant livestock on global temperature change, animal, 17(5), p. 100790. doi: https://doi.org/10.1016/j.animal.2023.100790.

Direktorat Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan. (2021) Peternakan Dalam Angka Tahun 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik

Djekic, I. et al. (2014) Food futures. Available at: https://wrap.org.uk/resources/report/food-futures (Accessed: 12 May 2023).

Dzuikhija , S. (2016) ISU Kegiatan peternakan sebagai penyumbang terbesar pemanasan global – dilema Antara Usaha peningkatan produktivitas Bahan Pangan Hewani Dan Gerakan Cinta Lingkungan, Gama Cendekia. Available at: https://gc.ukm.ugm.ac.id/2017/07/isu-kegiatan-peternakan-sebagai-penyumbang-terbesar-pemanasan-global-dilema-antara-usaha-peningkatan-produktivitas-bahan-pangan-hewani-dan-gerakan-cinta-lingkungan/ (Accessed: 12 May 2023).

Garnett, T., (2009) Livestock-Related Greenhouse Gas Emissions: Impacts and Options for Policy Makers. Environmental Science & Policy. 12(4):491-503

Gerber, P.J.; Steinfeld, H.; Henderson, B.; Mottet, A.; Opio, C.; Dijkman, J.; Falcucci, A.; Tempio, G., (2013) Tackling climate change through livestock – A global assessment of emissions and mitigation opportunities. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome.

Henchion, M. et al. (2017) Future protein supply and demand: Strategies and factors influencing a sustainable equilibrium, Foods (Basel, Switzerland). Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5532560/#B35-foods-06-00053 (Accessed: 12 May 2023).

Pangannews.id (2021) Mitigasi Emisi Gas Metan Dari Pertanian Dan Peternakan, PANGANNEWS. Available at: https://pangannews.id/berita/1622592979/mitigasi-emisi-gas-metan-dari-pertanian-dan-peternakan (Accessed: 13 May 2023).

Papier, K. et al. (2021) Meat consumption and risk of 25 common conditions: Outcome-wide analyses in 475,000 men and women in the UK Biobank Study , BioMed Central. Available at: https://bmcmedicine.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12916-021-01922-9 (Accessed: 13 May 2023).

Poore, J. and Nemecek, T. (2018) Reducing food’s environmental impacts through producers and consumers, Science. Available at: https://www.science.org/doi/10.1126/science.aaq0216

Rojas-Downing, M. M. et al. (2017) ‘Climate change and livestock: Impacts, adaptation, and mitigation’, Climate Risk Management, 16, pp. 145–163. doi: https://doi.org/10.1016/j.crm.2017.02.001.

Mekonnen, M.M. and Hoekstra, A.Y. (2012) A global assessment of the water footprint of farm animal products , SpringerLink. Available at: https://link.springer.com/article/10.1007/s10021-011-9517-8 (Accessed: 12 May 2023).

Liu, Y. et al. (2023) A global meta-analysis of greenhouse gas emissions and carbon and nitrogen losses during livestock manure composting: Influencing factors and mitigation strategies, Science of The Total Environment, 885, p. 163900. doi: https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2023.163900.

Springmann, M. et al. (2016) Analysis and valuation of the health and climate change cobenefits of dietary change, Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. Available at: https://www.pnas.org/doi/10.1073/pnas.1523119113.

Stoll-Kleemann, S. and Schmidt, U.J. (2016) Reducing meat consumption in developed and transition countries to counter climate change and Biodiversity Loss: A review of influence factors – regional environmental change, SpringerLink. Available at: https://link.springer.com/article/10.1007/S10113-016-1057-5 (Accessed: 12 May 2023).

Szanto GL, Hamelers HVM, Rulkens W, et al. (2007) NH3, N2O and CH4 emissions during passively aerated composting of straw-rich pig manure. Bioresource Technol. 98(14):2659–2670. doi: 10.1016/j.biortech.2006.09.021.

Wuebbles, D.J. and Hayhoe, K. (2002) Atmospheric Methane and Global Change. Earth-Science Reviews, 57, 177-210.Available at: http://dx.doi.org/10.1016/S0012-8252(01)00062-9

Wilde, W. (2022) Fact check: How bad is eating meat for the climate?, dw.com. Available at: https://www.dw.com/en/fact-check-is-eating-meat-bad-for-the-environment/a-63595148 (Accessed: 12 May 2023).

Wreford, A. and Topp, C. F. E. (2020) Impacts of climate change on livestock and possible adaptations: A case study of the United Kingdom, Agricultural Systems, 178, p. 102737. doi: https://doi.org/10.1016/j.agsy.2019.102737.

Zhang, B. et al (2021) China’s livestock transition: Driving forces, impacts, and consequences.Sci. Adv. doi: 10.1126/sciadv.aar8534

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *