Mobil Listrik: Persoalan atau Pemecahan Masalah?

Mobil Listrik: Persoalan atau Pemecahan Masalah?

Kendaraan bermotor saat ini sebagian besar menggunakan bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui. Semakin banyak kendaraan bermotor, semakin banyak bahan bakar fosil yang digunakan. Kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil menyumbang emisi gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer bumi. Menurut World Wide Fund, pada tahun 2009 sektor transportasi menyumbang sebanyak kurang lebih seperempat dari total gas rumah kaca di atmosfer bumi. Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi energi di sektor transportasi Indonesia pada tahun 2007 sebesar 29% dan meningkat menjadi 47% pada 2017. Sektor transportasi menghasilkan emisi sebanyak 1,28 juta ton dengan rata-rata peningkatan 6,7% per tahun. Peningkatan emisi ini lebih besar 1,5 kali lipat dari konsumsi bahan bakarnya.

Bahan bakar fosil mengandung bahan biokimia dan merupakan hasil dari pembentukan dan penguraian dalam kurun jutaan tahun yang kemudian memadat dan menghasilkan energi untuk batu bara, minyak bumi, dan gas. Karena prosesnya yang panjang dan tidak dapat diperbaharui, persediaan bahan bakar fosil terbatas sehingga lama kelamaan akan habis. Efek negatif dari penggunaan bahan bakar fosil adalah meningkatkan polusi udara berupa racun dalam bentuk radikal bebas, menyebabkan hujan asam, menyebabkan pencemaran lingkungan tanah dan air, berisiko bagi kesehatan para pekerja tambang, berefek pada pemanasan global, dan mempengaruhi perubahan iklim yang ekstrem.

Bahan bakar fosil juga memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu dapat menghasilkan listrik dalam jumlah besar, lebih mudah ditemukan, hemat, dan menjadi penyokong utama dalam berbagai sektor mulai dari sektor industri hingga ekonomi. 

Saat ini, muncul sebuah alternatif kendaraan bermotor berbahan bakar fosil, yaitu mobil listrik. Mobil listrik digadang-gadang akan menyelesaikan permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh bahan bakar fosil.  Akan tetapi, apakah hal tersebut terbukti benar? Proses peralihan dari penggunaan bahan bakar fosil ke mobil listrik tentunya tidak semudah dan secepat itu. Perlu adaptasi dan sosialisasi besar-besaran untuk bisa berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca.

Berikut terdapat beberapa alasan utama penggunaan mobil listrik lebih baik daripada kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Pertama, listrik semakin bersih. Maksudnya adalah penggunaan listrik sebagai bahan utama tidak meninggalkan bekas kotor di mesin. Listrik juga dapat menjadi energi yang bersih dan berkelanjutan apabila memanfaatkan sumber energi terbarukan. Kedua, kendaraan bermotor berbahan listrik lebih efisien daripada kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Lebih dari 100 tahun hingga saat ini, mesin yang digunakan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil, hanya sekitar 12-30% yang digunakan dan berhasil menggerakan roda dan fungsi lainnya. Sementara itu, sekitar 70-82% sisanya terbakar dalam prosesnya yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Pemerintah Indonesia memiliki tujuan mengurangi emisi gas rumah kaca pada 2030. Oleh karena itu, terbitlah Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tanggal 08 Agustus 2019, tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Peraturan tersebut memberikan insentif kepada produsen mobil listrik. Selain itu, ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2021 tentang barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah. Terdapat dua jenis mobil listrik yang akan beredar, yaitu yang hanya menggunakan baterai dan menggunakan baterai sekaligus bensin.

Salah satu kelebihan kendaraan listrik adalah penggunaannya yang lebih efisien dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil. Mobil berbahan bakar fosil biasanya mengubah hanya 12%-30% dari energi yang yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar, kemudian sisa dari energi akan hilang melalui proses mekanis atau diubah menjadi panas. Hal inilah yang menyebabkan mobil berbahan bakar fosil mudah menjadi sangat panas dan membutuhkan sistem pendingin untuk mencegah overheating. Mobil listrik dikatakan jauh lebih efisien karena dapat memanfaatkan sekitar 80% dari energi yang disediakan oleh baterai lithium menjadi gerakan. Hal ini disebabkan karena mobil listrik memiliki lebih sedikit suku cadang dan terdapat  fitur regenerative braking, yaitu sebuah sistem yang memungkinkan energi kinetik yang terpakai selama pengereman dapat digunakan kembali.

Mobil listrik menggunakan baterai lithium untuk menyimpan energi, kemudian energi listrik diubah menjadi energi mekanik oleh bagian motor listrik tanpa memerlukan mesin pembakaran sehingga tidak terdapat knalpot pada kendaraan listrik. Oleh sebab itu, mobil listrik tidak secara langsung mengemisikan karbon dan polutan lainnya yang menjadi sisa-sisa pembakaran.

Penggunaan mobil berbahan bakar fosil membutuhkan biaya yang mahal dalam mengisi ulang bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Sementara itu, biaya yang dibutuhkan dalam mengisi energi mobil listrik lebih terjangkau dan dapat dilakukan di rumah masing-masing atau pada Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

Tidak seperti mobil berbahan bakar fosil, mobil listrik juga cenderung menghasilkan suara yang kecil ketika bergerak di jalanan. Berbeda halnya dengan suara kendaraan berbahan bakar fosil yang bising dan menjadi polusi suara di lingkungan. Polusi suara yang dihasilkan kendaraan dapat berdampak pada kondisi kesehatan dan stres bagi pengguna jalan. Di samping dampak positifnya, suara yang senyap pada mobil listrik berisiko dalam menyebabkan kecelakaan lalu lintas.

Dari semua kelebihan dan penawaran tersebut, terdapat pula kekurangan dari mobil listrik. Pengunaannya mengurangi tingkat polusi adalah benar. Namun, hal tersebut hanya berlaku jika digunakan di jalan (sedang digunakan). Mobil listrik tetap menyumbang polusi udara dari sumber dan tempat lain. Kilas balik ke proses menghasilkan listrik yang membutuhkan bahan bakar fosil, yaitu batu bara. Hal ini berarti jika penggunaan mobil listrik semakin banyak maka dibutuhkan lebih banyak listrik sehingga dibutuhkan lebih banyak bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan sumber listrik yang juga ramah lingkungan seperti panel surya, turbin kayu, dan nuklir. 

Polusi yang disebabkan oleh sumber penghasil listrik, ditanggung oleh masyarakat desa karena letak industri yang berada di desa. Baterai yang digunakan mobil listrik juga memiliki batas usia pemakaian. Jika sudah melewati batas waktunya, maka harus diganti dengan baterai baru. Hal tersebut menyebabkan baterai lama yang sudah tidak terpakai harus dibuang sebagai sampah elektronik dan menjadi permasalahan lingkungan. Menurut International Council of Clean Transportation (ICCT), sebanyak 99% baterai bekas didaur ulang di Amerika. Namun, hanya 5% yang berhasil memanfaatkan kembali lithium yang ada pada baterai tersebut. Sisanya, dikoleksi, dibakar, dan dibuang di tempat pembuangan sampah. Hal ini tentunya sangat tidak ramah bagi lingkungan.

Kesiapan Indonesia dalam pengembangan dan penggunaan kendaraan listrik saat ini belum sepenuhnya siap karena perihal infrastruktur. Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam penggunaan kendaraan listrik ini, seperti pemodelan baterai, port pengisian baterai, hingga persyaratan pengisian baterai agar sesuai dengan profil mengemudi masyarakat.

Sumber daya listrik di Indonesia berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (61,60%), pembangkit listrik tenaga Gas dan Uap (16,13%), pembangkit listrik tenaga air (7,655%), pembangkit listrik tenaga diesel (7,16%), dan lainnya (7,46%). Total listrik yang dihasilkan adalah 262.661,38 Gwh serta didistribusikan sebesar 222.963,73 Gwh. Dari total listrik yang dihasilkan tersebut, Pulau Jawa adalah penerima terbanyak, yaitu 159.837 Gwh atau sebesar 71,69% dari total listrik yang dihasilkan Indonesia (BPS, 2018). Hal ini menyebabkan jika kendaraan listrik digunakan secara nasional maka permintaan akan listrik juga akan meningkat dan salah satu tantangan yang sulit adalah penambahan daya listrik di luar Pulau Jawa. Hal tersebut diperparah dengan pembangunan yang belum merata di Indonesia. Selain itu, karena sumber listrik terbesar di Indonesia berasal dari PLTU batubara, maka akan menimbulkan permasalahan baru, yaitu pencemaran udara seperti yang sudah dibahas sebelumnya.

Kesimpulannya, mobil listrik tidaklah zero emissions karena tetap mengeluarkan CO₂ saat digunakan dan pada proses mendapatkan listriknya membutuhkan bahan bakar fosil dalam jumlah besar. Selain itu, proses tambang yang mengekstrak batu bara sangat membutuhkan energi dan menyebabkan polusi. Solusi yang ditawarkan mengenai penggunaan baterai berkali-kali tetap membutuhkan proses yang panjang, mekanisme daur ulang yang matang, dan mahal. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pengembangan dan perencanaan berkelanjutan pada kendaraan listrik untuk dapat sepenuhnya menjadi solusi dari emisi gas karbon.

Referensi

Adiatma, J. C., & Marciano, I. (2020). The Role of Electric Vehicles in Decarbonizing Indonesia’s Road Transport Sector. Institute for Essential Service Reform.

Gonçalves, A. et al. (2020) Are Electric Cars really eco-friendly? maybe not as such much as you think., Youmatter. Available at: https://youmatter.world/en/are-electric-cars-eco-friendly-and-zero-emission-vehicles-26440/ (Accessed: November 10, 2022).

Hausfather, Z. (2021) Factcheck: How electric vehicles help to tackle climate change, Carbon Brief. Available at: https://www.carbonbrief.org/factcheck-how-electric-vehicles-help-to-tackle-climate-change/ (Accessed: November 10, 2022).

Igini, M. (2022) Why electric cars are better for the environment, Earth.Org. Available at: https://earth.org/electric-cars-environment/ (Accessed: November 10, 2022).

Komitmen Iklim. (2022) Dilema Kendaraan Listrik. Bersih Tapi Merusak?, Komitmen Iklim. Available at: https://komitmeniklim.id/dilema-kendaraan-listrik-bersih-tapi-merusak/ (Accessed: November 10, 2022).

Morozzo, P. (2020) Are Electric Cars Greener Than Petrol Cars?, Greenpeace UK. Available at: https://www.greenpeace.org.uk/news/electric-cars-greener-petrol-cars/ (Accessed: November 10, 2022).

Ozkurt, T. (2021) Electric cars, pros and cons, , Pros and Cons. Available at: https://mossy.earth/guides/energy/electric-cars-pros-and-cons (Accessed: November 10, 2022).

Parinduri, L., Yusmartato, Y. and Parinduri, T. (2018) ‘Kontribusi Konversi Mobil Konvensional ke Mobil Listrik Dalam Penanggulangan Pemanasan Global’, Journal of Electrical Technology, 3(2), pp. 116–120.

Perch Energy. (2022) Electric car pros & cons: EV benefits to owners, the planet, Electric Car Pros & Cons: EV Benefits to Owners, the Planet | Perch Energy. Available at: https://www.perchenergy.com/blog/environment/electric-car-pros-cons-ev-benefits-planet (Accessed: November 10, 2022).

Requia, W.J. et al. (2018) ‘How clean are electric vehicles? Evidence-based review of the effects of electric mobility on air pollutants, greenhouse gas emissions and human health’, Atmospheric Environment, 185, pp. 64–77. doi:10.1016/j.atmosenv.2018.04.040.

Timmers, V.R.J.H. and Achten, P.A.J. (2016) ‘Non-exhaust PM emissions from electric vehicles’, Atmospheric Environment, 134, pp. 10–17. doi:10.1016/j.atmosenv.2016.03.017.

Tulus Pangapoi Sidabutar, V. (2020) ‘Kajian pengembangan kendaraan listrik di Indonesia: prospek dan hambatannya’, Jurnal Paradigma Ekonomika, 15(1), pp. 21–38. doi:10.22437/paradigma.v15i1.9217.

Wulandari, R. (2020) Mobil Listrik Transportasi Masa Depan, Apakah Ada Dampak Bagi Lingkungan?, Mongabay.co.id. Available at: https://www.mongabay.co.id/2020/11/22/mobil-listrik-transportasi-masa-depan-apakah-ada-dampak-bagi-lingkungan/ (Accessed: November 10, 2022).

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *