Pengolahan Limbah Medis Pada Masa Pandemi

Pengolahan Limbah Medis Pada Masa Pandemi

Limbah medis Covid-19 adalah bahan sisa hasil kegiatan yang tidak digunakan kembali dan berpotensi terkontaminasi oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak dengan pasien dan/atau petugas di fasyankes yang menangani pasien Covid-19 dari kegiatan pelayanan di UGD, ruang isolasi, ruang ICU, ruang perawatan, dan ruang pelayanan lainnya. Limbah Covid-19 tergolong ke dalam limbah B3 medis.

Penanganan limbah B3 rumah sakit harus memperhatikan prinsip pengelolaan limbah B3 rumah sakit. Upaya-upaya yang wajib dilakukan adalah mengidentifikasi jenis limbah B3, memperhatikan tahapan penanganan pewadahan dan pengangkutan limbah B3 di ruangan sumber, memperhatikan cara pengurangan dan pemilahan limbah B3, memperhatikan prasyarat bangunan TPS (tempat penampungan sementara) di rumah sakit, memperhatikan pemilahan limbah B3 di rumah sakit yang dilakukan di TPS limbah B3, memperhatikan cara penyimpanan sementara limbah B3, memperhatikan lamanya penyimpanan limbah B3 untuk jenis limbah dengan karakteristik infeksius, benda tajam dan patologis di rumah sakit sebelum diangkut, memperhatikan cara pengangkutan limbah B3, dan cara pengolahan limbah B3. Menurut data KLHK dalam periode 1 tahun saja (mulai Maret 2020 s.d. Februari 2021) jumlah limbah medis yang dihasilkan Fasyankes sebanyak 6.418 ton, dan yang terbanyak dihasilkan oleh Fasyankes di DKI Jakarta yaitu 4.630 ton. Angka ini belum termasuk limbah medis dari proses vaksinasi Covid-19 yang telah dimulai sejak Januari 2021 dan ditargetkan menyasar 180 juta orang penduduk Indonesia.

Penanganan limbah B3 medis menjadi persoalan darurat yang harus menjadi perhatian, karena limbah medis yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti pencemaran lingkungan, termasuk dampak kesehatan seperti tertusuk benda tajam dan penyebaran virus. Oleh karena itu limbah B3 tidak dapat diperlakukan seperti halnya limbah domestik yang dapat dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).  Pengaturan tentang limbah B3 diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ada empat prinsip pengolahan limbah B3. Pertama, semua penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggung jawab menggunakan metode pengelolaan limbah yang aman dan ramah lingkungan. Kedua, mengedepankan kewaspadaan tinggi. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat, spesifik khusus limbah Covid-19 yang mengatur prinsip kesehatan dan keselamatan serta prinsip kedekatan dalam penanganan limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko pada pemindahan.

Penanganan limbah B3 medis menjadi persoalan darurat yang harus menjadi perhatian, karena limbah medis yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti pencemaran lingkungan, termasuk dampak kesehatan seperti tertusuk benda tajam dan penyebaran virus. Oleh karena itu limbah B3 tidak dapat diperlakukan seperti halnya limbah domestik yang dapat dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).  Pengaturan tentang limbah B3 diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ada empat prinsip pengolahan limbah B3. Pertama, semua penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggung jawab menggunakan metode pengelolaan limbah yang aman dan ramah lingkungan. Kedua, mengedepankan kewaspadaan tinggi. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat, spesifik khusus limbah Covid-19 yang mengatur prinsip kesehatan dan keselamatan serta prinsip kedekatan dalam penanganan limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko pada pemindahan.

Menurut Menko PMK, Muhadjir Effendy, masalah pengelolaan limbah medis merupakan masalah yang sangat mendesak karena limbah medis yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti pencemaran lingkungan, termasuk dampak kesehatan seperti infeksi bakteri atau virus. Melihat urgensi penanganan limbah medis tersebut, pemerintah kemudian melakukan beberapa tindakan dimulai dari mengalokasikan anggaran untuk memusnahkan limbah medis sampai dengan mengeluarkan perundang-undangan yang mengatur tentang pengolahan limbah medis.

Mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tegas mengatur bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) wajib melakukan pengelolaan limbah B3. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa kita lakukan di rumah untuk mengolah limbah medis seperti masker, diantaranya:

  1. Mengumpulkan masker bekas pakai
  2. Lakukan disinfeksi pada masker bekas
  3. Gunting dan ubah bentuk masker, tujuannya agar tidak ada pihak nakal yang mendaur ulang masker bekas pakai menjadi masker kembali
  4. Bungkus rapat dengan plastik
  5. Buang ke tempat sampah domestik
  6. Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir

Lalu, apabila setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan ke pihak lain dan wajib mendapatkan izin dari menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar untuk memusnahkan limbah medis pada saat pandemi Covid-19 yang dialokasikan di beberapa pos anggaran Satgas Penanganan Covid Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum. Presiden berharap dana tersebut dapat digunakan untuk alat pemusnah sampah medis seperti insinerator. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan 3 langkah utama dalam penanganan limbah medis B3 ini, diantaranya:

  1. Relaksasi kebijakan terutama untuk Fasyankes yang mempunyai insinerator yang belum berijin berupa dispensasi operasi dengan memenuhi syarat teknis tertentu.
  2. KLHK memberikan dukungan sarana berupa pembangunan 10 insinerator dengan kapasitas 150-300 kg/jam di beberapa daerah antara lain: Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, NTT, NTB, Papua Barat, dan Kalimantan Selatan.
  3. Kegiatan pengawasan.

Jadi dalam pengolahan limbah medis harus memperhatikan prinsip pengelolaan limbah B3 rumah sakit karena limbah medis yang tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Dan pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan insinerator, autoclave, dan gelombang mikro. Dalam kondisi darurat Covid-19, penggunaan peralatan tersebut memungkinkan Fasyankes mengoperasikan insinerator tanpa izin selama tahap finalisasi proses perolehan izin. Pengolahan limbah medis B3 Covid-19 harus dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Menteri LHK Nomor SE.02/ PSLB3/ PLB.3/3/ 2020 dimana digunakan insinerator limbah B3 dengan temperatur pembakaran minimal 8000 C dengan prosedur pengelolaan, pengoperasian dan pemantauan yang ketat.

Referensi

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY. (2022). “Pengelolaan Sampah Masker Sekali Pakai.”https://dlhk.jogjaprov.go.id/pengelolaan-sampah-masker-sekali-pakai, diakses pada 6 Oktober 20.08

Kemenko PMK. (2021). “Soroti Penanganan Limbah Medis yang Meningkat Selama Covid-19”. https://www.kemenkopmk.go.id/soroti-penanganan-limbah-medis-yang-meningkat-selama-covid-19, diakses pada 6 Oktober 12.23

Surya, Anas. (2021). “Indonesia Kekurangan Insinerator Pengolahan Limbah Medis”. https://www.kompas.tv/article/152603/indonesia-kekurangan-insinerator-pengolahan-limbah-medis-berkas-kompas-2 , diakses pada 6 Oktober 15.53

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *