Penanganan Limbah Medis Covid-19 di Indonesia

Penulis: Nurul Diyanna

Negara-negara saat ini sedang berusaha untuk mengatasi wabah Corona Virus Disease (Covid-19), termasuk Indonesia. Banyak hal yang mengalami perubahan seperti kebiasaan. Untuk beraktivitas saat ini kita diharuskan memenuhi protokol kesehatan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Protokol kesehatan (prokes) yang dibuat untuk meminimalisir penyebaran, menciptakan gaya hidup 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) nyatanya menimbulkan dampak baru dalam lingkungan, yaitu timbunan sampah medis seperti botol hand sanitizer dan sabun cuci tangan, masker, sarung tangan dan Alat Pelindung Diri (APD) (Astuti, 2020).

Salah satu aspek penting yang tidak boleh dilupakan dalam penangan wabah ini adalah penanganan limbah medis dengan karakter infeksius yang dihasilkan dari pasien dan petugas medis yang terpapar dengan virus tersebut saat penanganan pasien. Penanganan limbah infeksius ini menjadi penting karena dikhawatirkan limbah ini bisa menjadi salah satu media penyebaran virus apabila tidak ditangani dengan baik. Di seluruh dunia, diperkirakan sedikitnya 5,2 juta orang, termasuk 4 juta anak-anak, meninggal setiap tahun karena penyakit yang berkaitan dengan limbah medis yang tidak terkelola dengan baik. Prinsip pencegahan penularan penyakit infeksi adalah melalui pemutusan rantai host/pejamu/inang. Oleh karena itu, dalam menyikapi wabah Covid-19 ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan memutuskan rantai host/pejamu/inang dengan berbagai cara. Pemutusan mata rantai penyebaran virus bisa dilakukan salah satunya dengan pengelolaan limbah medis infeksius dengan benar sesuai prosedur. Secara khusus, pengelolaan limbah medis diatur dalam Permen LHK No.P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Nugraha, 2020).

Seiring dengan kondisi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini, fokus tinjauan ini adalah pada kebijakan penanganan limbah medis dengan karakter infeksius. Mengacu pada Permen LHK No.P.56/Menlhk-Setjen/2015, limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Secara umum, limbah medis infeksius ini dikategorikan sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3).

Mengacu pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.SE.2/MENLHK/PSLB3.3/3/2020, hal yang perlu dilakukan terhadap limbah medis infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah:

  1. Melakukan penyimpanan limbah infeksius dalam kemasan yang tertutup paling lama 2 (dua) hari sejak dihasilkan;
  2. Mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan Limbah B3:
    • Fasilitas insinerator dengan suhu pembakaran minimal 800°C; atau
    • Autoklaf yang dilengkapi dengan pencacah
  3. Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol “Beracun” dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 untuk selanjutnya diserahkan kepada pengelola Limbah B3. (Nurali, 2020).

Mengacu pada Surat Kadinkes Prov. Jawa Barat No. 443.5/2084/Kesmas, secara khusus dinyatakan bahwa limbah harus segara dibuang, dengan acuan waktu 2 hari atau ketika wadah limbah sudah mencapai ¾ kapasitasnya. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan darurat Covid-19, seperti misalnya Wisma Atlet atau fasilitas sejenis lainnya yang akan digunakan, mengacu pada Surat MenLHK No. s.167 /MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020, pengelolaan limbah infeksius mengacu pada prosedur-prosedur yang meliputi tahapan-tahapan:

  1. Identifikasi, pemilahan dan pewadahan: Setiap penghasil limbah wajib melakukan identifikasi untuk semua limbah yang dihasilkannya. Melakukan pemilahan dan pengemasan LB3 berdasarkan karakter: infeksius, patologis, bahan kimia dan farmasi kadaluarsa, tumpahan atau sisa kemasan.
  1. Penyimpanan Limbah: Penyimpanan dilakukan sesuai karakter dan pengemasan. Khusus limbah infeksius disimpan paling lama: 2 (dua) hari hingga dimusnahkan, apabila pada suhu kamar. 90 (sembilan puluh) hari hingga dimusnahkan apabila pada suhu 0°C.
  2. Pemusnahan: Pemusnahan dengan pembakaran menggunakan insinerator yang dioperasionalkan Fasilitas pelayanan kesehatan atau pihak jasa pengolah limbah medis berizin. lnsinerator memiliki ruang bakar dengan suhu minimal 800°C.

Mengacu pada Surat Edaran MenLHK No.SE.2/MENLHK/PSLB3.3/3/2020, pengelolaan limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga yang terdapat ODP (Orang Dalam Pemantauan) adalah melalui tahapan pengumpulkan limbah infeksius berupa limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan, dan baju pelindung diri; dan pengemasan tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup, dapat berupa plastik terikat, untuk selanjutnya diangkut dan dimusnahkan di pengolahan limbah B3. Dan mengacu pada SE Mendagri No.440/2622/SJ, pembuangan harus dibungkus rapi dan dilakukan setiap hari (Nugraha, 2020).

Berikut adalah salah satu contoh skema pengolahan limbah medis covid-19 di Jakarta :

Referensi :

  1. Astuti, L., 2020. Tantangan Penanganan Limbah Medis Era Covid 19.
  2. Nugraha, C., 2020. Tinjauan Kebijakan Pengelolaan Limbah Medis Infeksius Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Jurnal Untuk Masyarakat Sehat, [online] 4(2), pp.216-226. Available at: <http://ejournal.urindo.ac.id/index.php/jukmas> [Accessed 5 March 2021].
  3. Nurali, I., 2020. Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat Dan Puskesmas Yang Menangani Pasien Covid-19. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, pp.1-12.

One response

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *