Kelangkaan Air dan Hubungannya dengan Climate Change

 

Air merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia, manusia menggunakan air untuk memenuhi kebutuhan sehar-harinya, seperti untuk memasak, minum, mencuci dan lain-lain. Lalu apa jadinya jika terjadi kekeringan di Indonesia?

Pada tahun 2019, BMKG menginformasikan bahwa akan terjadi kekeringan panjang hingga ekstrim pada sejumlah wilayah di Indoneisa. Potensi kekeringan meteorologis (iklim) ini sebagian besar terjadi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Aksi, 2014) . Terjadinya kekeringan ini bukanlah pertama kalinya bagi Indonesia. Tercatat sejak tahun 1884 sampai 2007, Indonesia mengalami kekeringan sekitar 43 kali (Subagyono & Surmaini, 2007) .

Kekeringan ini akan beresiko terhadap kesehatan. Dampak kesehatan tersebut diantaranya meningkatnya penyebaran agen penyakit dan meningkatkan resiko penyakit seperti diare dan kolera. Hal tersebut dapat terjadi ketika kekurangan air untuk sanitasi. Selain itu, kekeringan akan menyebabkan dehidrasi (sebab sekitar 60% tubuh terdiri dari air), menyebabkan sakit mata (debu mudah berterbangan ketika terjadi kekeringan), menyebabkan penyakit ISPA dan lain-lain.

Kekeringan ini tidak hanya berdampak pada resiko kesehatan, namun juga berdampak terhadap sektor pertanian. Menurut Kodoatie, 21,12 mm/tahun volume air di udara yang jatuh sebagai hujan hanya 25% tertampung dalam waduk, sungai, danau, atau cekungan air tanah, 72% ke laut, 3% dimanfatkan untuk keperluan domestik dan pertanian (Kodoatie, 2008). Hal ini menjelaskan bahwa air merupakan hal yang sangat penting bagi sektor pertanian. Jika sektor pertanian terganggu maka akan berdampak pada ketersediaan pangan.

Lalu, apakah terjadinya kekeringan ini berkaitan dengan perubahan iklim?
Hal ini tentu saja saling berkaitan, perubahan iklim yang berupa peningkatan suhu panas akan mengakibatkan terjadinya kekeringan. Perubahan iklim ini akan berdampak pada kesehatan manusia dan mengakibatkan ketersediaan air bersih berkurang sehingga pasokan air pada sistem pertanian juga menjadi terganggu. Untuk itu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya kekeringan, misalnya pemanfaatan penampung air hujan (disebut lubang biopori), mencegah waduk agar tidak terjadi pendangkalan serta melakukan penghijauan.

 

 

Referensi:

  • Halodoc, R., 2020. Awas, Ini 4 Dampak Kekeringan Ekstrem Bagi Kesehatan. [online] halodoc. Available at: <https://www.halodoc.com/4-dampak kekeringan-ekstrem-bagi-kesehatan> [Accessed 11 March 2020].
  • Desideria, B., 2020. 3 Penyakit Yang Biasa Muncul Di Musim Kemarau. [online] liputan6.com. Available at: <https://www.liputan6.com/health/read/4053108/3-penyakit-yang-biasa-muncul-di-musim-kemarau> [Accessed 11 March 2020].
  • BNPB, T., 2020. Post – Musim Kemarau Datang, Hati-Hati Kekeringan. [online] HKB – SiapUntukSelamat. Available at: <https://siaga.bnpb.go.id/hkb/berita/musim-kemarau-datang-hati-hati-kekeringan> [Accessed 11 March 2020].
  • Aksi, R. (2014). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sumberdaya Air: Identifikasi, Simulasi, Dan Rencana Aksi. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sumberdaya Air: Identifikasi, Simulasi, Dan Rencana Aksi, 8(1), 1–15. https://doi.org/10.2018/jsdl.v8i1.6440
  • Prasetiawan, T. (2015). PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KETERSEDIAAN AIR BAKU PDAM KABUPATEN LEBAK * The Impact of Climate Change on Raw Water Supply of PDAM Kabupaten Lebak. 77–92.
  • Subagyono, K., & Surmaini, E. (2007). Pengelolaan Sumberdaya Iklim Dan Air Untuk. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 8(1)(Juli 2007), 27–41.

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *