Banjir Sebagai Bagian dari Dinamika Alam dan Manusia
Banjir adalah peristiwa naiknya permukaan air yang meluap dari sungai, danau, atau laut ke daratan yang lebih rendah, seperti pemukiman, jalan raya, dan daerah pertanian. Umumnya, banjir terjadi akibat intensitas hujan yang tinggi dan buruknya sistem drainase di suatu daerah sehingga mengakibatkan genangan air yang mengganggu aktivitas manusia, seperti menyebabkan kerusakan pada properti dan infrastruktur serta membahayakan keselamatan manusia dan hewan (Muin et al., 2023).
Mari Berkaca pada Tahun Sebelumnya
Menurut data yang dihimpun oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), sebanyak 8.333 kejadian banjir terjadi di Indonesia sepanjang 2014 hingga 2023. Dalam 10 tahun terakhir, BNPB mencatat bahwa jumlah kejadian banjir terus meningkat sejak 2015 hingga 2020, kecuali pada tahun 2019 yang mengalami sedikit penurunan. Memasuki 2024, jumlah kejadian banjir yang tercatat mencapai 1.109 di berbagai wilayah Indonesia.
Gambar 1. Statistik Banjir dalam 10 Tahun Terakhir (2014—2023)
Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB)
Gambar 2. Kasus Bencana Alam di Indonesia, 2024
Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB)
Banjir di Indonesia dan Ancaman yang Tak Kunjung Reda
Awal tahun 2025 diwarnai dengan tingginya intensitas banjir di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan laporan Geoportal Data Bencana Indonesia, sejak 1 Januari hingga 6 Maret 2025, tercatat ada 405 kejadian banjir di seluruh negeri. Fenomena ini sebagian besar dipicu oleh curah hujan yang tinggi dan berkepanjangan sehingga menyebabkan luapan air yang tidak dapat terbendung.
Gambar 3. 10 Provinsi Paling Rawan Banjir di Indonesia (1 Januari–6 Maret 2025)
Sumber: Geoportal Data Bencana Indonesia
Mengapa Banjir Terjadi Secara Rutin?
- Urbanisasi dan Deforestasi
Urbanisasi menyebabkan peningkatan populasi di suatu wilayah dalam waktu singkat. Akibatnya, kebutuhan akan tempat tinggal dan fasilitas lainnya meningkat secara signifikan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pembangunan semakin pesat di berbagai sektor. Namun, pembangunan yang cepat mengurangi daerah resapan air karena alih fungsi lahan. Salah satu wilayah yang terdampak banjir adalah Kota Bekasi dengan 20 titik banjir di 7 kecamatan. Kini, luas hutan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi hanya tersisa sekitar 1.700 hektar atau kurang dari 2% dari total luas DAS. Alih fungsi lahan yang terjadi mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air sehingga aliran air ke sungai semakin besar dan melampaui kapasitasnya. Hal ini menyebabkan sungai meluap dan membanjiri permukiman di Bekasi yang berada di lokasi lebih rendah (Greenpeace Indonesia, 2025).
- Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca rata-rata yang terjadi dalam waktu lama yang memengaruhi iklim bumi skala lokal, regional, dan global (Pinontoan, 2022). Salah satu faktor yang memicu perubahan iklim adalah pemanasan global akibat efek rumah kaca. Gas rumah kaca yang menyelimuti bumi membuat energi panas terperangkap di atmosfer. Aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, merupakan kontributor utama gas rumah kaca. Dampak dari perubahan iklim salah satunya adalah peningkatan suhu bumi yang menyebabkan perubahan cuaca dan bencana alam. Sejak 100 tahun terakhir, suhu bumi telah meningkat sekitar 1,8 derajat Fahrenheit. Kenaikan suhu dapat memicu angin kencang yang lebih sering terjadi serta hujan yang lebih deras dengan intensitas tinggi sehingga meningkatkan risiko banjir (Zuhairini et al., 2024).
- Sistem Drainase yang Tidak Memadai
Saluran drainase yang tersumbat oleh sampah atau endapan menghalangi aliran air menuju tempat pembuangan. Akibatnya, air tidak bisa mengalir dengan baik dan meluap ke jalan serta area permukiman, terutama di daerah yang padat penduduk. Hal ini menyebabkan genangan air yang dapat memicu bencana banjir.
Ancaman Kesehatan Akibat Banjir
- Diare
Banjir dapat membawa limbah dan air kotor yang berpotensi merusak kualitas air. Jika air minum terkontaminasi limbah, risiko penyakit seperti diare pun akan meningkat. Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui feses. Dampak penyakit diare pada balita lebih berbahaya daripada orang dewasa karena komposisi tubuh balita mengandung lebih banyak air dibandingkan dengan orang dewasa. Saat terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat berlanjut hingga malnutrisi ataupun kematian. Selain itu, dampak dari penyakit diare pada balita adalah terjadinya kesulitan dalam pertumbuhan fisik balita (Zubaidah et al, 2020). Salah satu cara untuk mencegah dehidrasi akibat diare adalah mengonsumsi cairan isotonik dan menghindari penggunaan obat diare tanpa anjuran tenaga medis.
- Demam Berdarah Dengue (DBD)
Air hujan yang menggenang dapat menjadi tempat perkembangbiakan yang ideal bagi nyamuk. Telur nyamuk yang terdapat di dalam air tersebut akan menetas dalam waktu 10–12 hari dan berkembang menjadi nyamuk dewasa yang dapat menularkan penyakit DBD (Solihin, 2004 dalam Setyawan, 2019). Gejala DBD biasanya ditandai dengan timbulnya kondisi demam akut pada badan selama 2–7 hari disertai nyeri pada bagian kepala, sakit pada bagian persendian atau myalgia, mual, serta timbulnya ruam pada bagian kulit di beberapa bagian tubuh (Halid, 2022). Pemeriksaan penyakit DBD dapat dilakukan setelah mengalami demam berkepanjangan. Lakukan pemeriksaan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mencegah komplikasi penyakit DBD lebih lanjut.
- Leptospirosis
Penyakit Leptospirosis menular dari hewan ke manusia melalui kontak langsung dengan urin atau jaringan hewan terinfeksi serta kontak tidak langsung dengan lingkungan yang terkontaminasi bakteri Leptospira sp. Tikus merupakan reservoir utama dari bakteri Leptospira sp.. Infeksi bakteri Leptospira sp. masuk melalui kulit yang terluka atau selaput mukosa pada kelopak mata, selaput lendir, dan hidung. Bakteri Leptospira sp. yang masuk ke dalam aliran darah dapat menyebabkan septicemia. Septicemia adalah infeksi yang terjadi ketika bakteri masuk ke aliran darah dan menyebar. Kondisi ini dapat menyebabkan sepsis, yaitu respons tubuh terhadap infeksi yang berpotensi mengakibatkan kerusakan organ hingga kematian (Cleveland Clinic, 2021). Umumnya, pasien penyakit Leptospirosis menunjukkan gejala inflamasi yang parah seperti demam tinggi, nyeri otot atau myalgia, dan pembesaran kelenjar getah bening superfisial atau superficial lymphadenectasis (Sari, 2021). Untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp., hindari kontak dengan genangan air yang terkontaminasi, serta segera periksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan jika merasa lemas atau menghasilkan urin berwarna kemerahan.
- Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyerang saluran pernapasan. Penyakit ini disebabkan oleh virus atau bakteri yang masuk ke saluran pernapasan, seperti hidung, tenggorokan, dan paru-paru (Ulfa et al., 2019). Umumnya, penyakit ISPA ditandai dengan beberapa gejala, seperti pilek, batuk, demam, dan sesak napas. Penyakit ISPA dapat mengalami peningkatan saat terjadinya banjir akibat sedimen, endapan, dan lumpur yang terbawa oleh banjir. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara yang berlanjut pada penyakit ISPA, khususnya pada kelompok rentan. Penanggulangan dari penyakit ISPA dapat dilakukan dengan menggunakan masker, mengonsumsi obat sesuai dengan gejala yang dialami, dan melakukan pemeriksaan diri ke pelayanan kesehatan terdekat apabila mengalami sesak napas.
Ketika Banjir Berlalu, Apa yang Harus Kita Lakukan?
- Memeriksa setiap sudut rumah untuk memastikan tidak ada binatang penular penyakit, seperti tikus, kecoa, cacing, dan nyamuk
- Membuang genangan air untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk
- Memeriksa instalasi listrik agar terhindar dari sengatan arus listrik
- Rutin mencuci tangan dengan sabun untuk menjaga kebersihan dan mencegah infeksi
- Segera membersihkan rumah dengan larutan obat pembersih
- Mengonsumsi minuman dan makanan yang bersih untuk menghindari risiko penyakit pencernaan
- Segera melakukan pemeriksaan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila mengalami gejala penyakit pascabanjir
Langkah Strategis Mengurangi Dampak Banjir di Masa Depan
- Rehabilitasi dan Perbaikan Infrastruktur
Sungai yang tersumbat oleh lumpur, sampah, dan vegetasi dapat dibersihkan secara rutin untuk memastikan aliran air tetap lancar. Pengelolaan drainase perkotaan juga menjadi prioritas dengan melakukan peningkatan kapasitas saluran air sehingga air hujan dapat dialirkan dengan baik.
- Peningkatan Sistem Peringatan Dini
Pemasangan stasiun pemantau cuaca dan alat pendeteksi banjir dapat membantu untuk menyediakan informasi yang lebih cepat dan akurat. Selain itu, masyarakat dapat diberikan edukasi tentang tanda-tanda banjir dan langkah-langkah yang harus dilakukan saat menerima peringatan sehingga risiko dan kerugian akibat banjir dapat diminimalkan.
- Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu
Pengelolaan DAS terpadu dapat dilakukan dengan penataan ruang dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan untuk mengendalikan erosi dan meningkatkan infiltrasi air. Selain itu, reboisasi dan konservasi hutan dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan, memperbaiki daya serap air, serta mengurangi sedimentasi yang dapat menyumbat sungai.
- Pelibatan Masyarakat
Memberikan program pelatihan agar masyarakat memahami cara mengelola sampah, menggunakan air yang bijak, serta menerapkan teknik tahan banjir di lingkungan mereka.
- Kerja Sama Antarlembaga
Pencegahan banjir membutuhkan koordinasi yang baik antara pemerintah, lembaga penelitian, sektor swasta, dan masyarakat. Kerja sama ini mencakup pertukaran informasi, pemanfaatan sumber daya, serta penerapan strategi penanggulangan banjir yang lebih efektif.
Kesimpulan
Banjir di Indonesia sering terjadi akibat curah hujan tinggi, urbanisasi, deforestasi, dan sistem drainase yang buruk. Banjir tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga memicu krisis kesehatan dengan meningkatkan risiko penyakit, seperti diare, DBD, leptospirosis, dan ISPA. Banjir sering kali terjadi akibat alih fungsi lahan dan buruknya sistem drainase sehingga diperlukan mitigasi melalui perencanaan tata ruang yang lebih baik, rehabilitasi infrastruktur, pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), serta sistem peringatan dini yang lebih efektif. Selain itu, meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan sangat penting untuk dilakukan sehingga usaha mitigasi banjir dapat ditingkatkan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat dapat menjadi kunci dalam menciptakan solusi berkelanjutan untuk mencegah banjir berulang serta meminimalkan dampak lingkungan dan kesehatan akibat banjir.
REFERENSI
Alfathi, B. R., 2025. Banjir Dominasi Bencana Alam Indonesia 2024. Available at: https://data.goodstats.id/statistic/banjir-dominasi-bencana-alam-indonesia-2024-DH6lL (Accessed: 20 Maret 2025).
Cleveland Clinic. 2021. Septicemia (Blood Poisoning): Causes, Management. Available at: https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21539-septicemia (Accessed: 1 April 2025).
Greenpeace Indonesia. 2025. Banjir Jabodetabek Bukti Nyata Rentannya Indonesia dalam Ancaman Krisis Iklim. Available at: https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers-2/62344/banjir-jabodetabek-bukti-nyata-rentannya-indonesia-dalam-ancaman-krisis-iklim/#comments (Accessed: 26 Maret 2025).
Halid, M., 2022. Edukasi Dampak Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat di Kelurahan Tanjung Karang Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Masyarakat Madani Indonesia, 1(2), pp.44-52.
Muin, A. and Rakuasa, H., 2023. Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon Berdasarkan Aspek Kerawanan Banjir. ULIL ALBAB: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(5), pp.1727-1738.
Pinontoan, O.R., Sumampouw, O.J. and Nelwan, J.E., 2022. Perubahan iklim dan pemanasan global. Deepublish.
Rahmadhani, R., 2023. Strategi dan program pencegahan banjir di Indonesia. Researchgate. Net,(May), 0–6.
Rasyid, N. R., 2024. Statistik Banjir dalam 10 Tahun Terakhir. Goodstats. Available at: https://data.goodstats.id/statistic/statistik-banjir-dalam-10-tahun-terakhir-j6iDl (Accessed: 20 Maret 2025).
Sari, I.Z.R., 2021. Tinjauan Literatur: Leptospirosis di Indonesia. Majalah Kesehatan, 8(2), pp.113-121.
Setyawan, D.A., 2019. Study Epidemiologi Dengan Pendekatan Analisis Spasial Temporal Pada Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Tahun 2016-2018. Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 8(2), pp.189-196.
Ulfa, U., Budiman, B. and Andri, M., 2019. Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Pengungsian Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji. Jurnal Kolaboratif Sains, 2(1).
Wafa, I., 2025. Jateng, Jabar, dan Jatim Jadi Provinsi Langganan Banjir Awal 2025. Available at: https://data.goodstats.id/statistic/jateng-jabar-dan-jatim-jadi-provinsi-langganan-banjir-awal-2025-NLKMk (Accessed: 20 Maret 2025).
Zubaidah, Z. and Maria, I., 2020. Hubungan Penatalaksanaan Pemberian Cairan Dirumah Dengan Tingkat Dehidrasi Pada Balita Yang Mengalami Diare. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (Jksi), 5(1), pp.121-126.
Zuhairini, Y., Fauzan, A.A. and Dhamayanti, M., 2024. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Pemenuhan Hak Anak. Sari Pediatri, 25(6), pp.414-9.